Makin banyak wanita di China ogah untuk menikah dan punya anak. (Foto: REUTERS/Tingshu Wang) |
Kini semakin banyak wanita di China yang memilih untuk tidak menikah. Salah satunya Chai Wanrou, wanita yang bekerja sebagai copywriter lepas di sana.
Wanrou menganggap pernikahan adalah institusi yang tidak adil. Seperti kebanyakan perempuan di China, ia merupakan bagian dari gerakan yang sedang berkembang di sana yang membayangkan masa depan tanpa suami dan anak.
"Terlepas dari apakah Anda sangat sukses atau hanya orang biasa, perempuan masih melakukan pengorbanan terbesar di rumah," kata wanita 28 tahun itu yang dikutip dari laman Reuters, Kamis (7/3/2024).
"Banyak orang yang menikah pada generasi sebelumnya, terutama perempuan, mengorbankan diri dan pengembangan karier mereka, serta tidak mendapatkan kehidupan bahagia seperti yang dijanjikan. Menjalani hidup dengan baik sudah cukup sulit saat ini," lanjutnya.
Menurut data resmi, populasi lajang di China pada orang di atas 15 tahun mencapai rekor 239 juta pada tahun 2021. Pendaftaran pernikahan sedikit meningkat tahun lalu karena tumpukan pandemi, setelah mencapai titik terendah dalam sejarah pada tahun 2022.
Survei Liga Pemuda Komunis tahun 2021 terhadap sekitar 2.900 anak muda perkotaan yang belum menikah menemukan bahwa 44 persen perempuan tidak berencana untuk menikah. Meski begitu, pernikahan masih dianggap sebagai tonggak masa dewasa di China dan proporsi orang dewasa yang tidak pernah menikah masih rendah.
Selain itu, tanda lain dari menurunnya popularitas pernikahan ini adalah banyak warga China yang menunda pernikahan mereka. Dengan rata-rata usia pernikahan pertama meningkat menjadi 28,67 pada tahun 2020 dari 24,89 pada tahun 2010, menurut data sensus.
Meluasnya Gaya Hidup Lajang di China
Saat ini pihak berwenang China tengah menghadapi dilema karena kelompok perempuan yang enggan untuk menikah. Gaya hidup lajang jangka panjang secara bertahap semakin luas di China, sehingga memunculkan komunitas online.
Sebagian besar terdiri dari perempuan lajang yang mencari solidaritas dari orang-orang yang berpikiran sama. Bahkan, postingan dengan tagar 'tidak menikah, tidak memiliki anak' dari influencer wanita yang kebanyakan berusia 30-an atau 40-an di Xiaohongshu, Instagram China, secara rutin mendapatkan ribuan 'likes'.
Salah satu forum anti-perkawinan di Douban, platform media sosial lainnya di China, memiliki 9.200 anggota. Sementara forum lain yang didedikasikan untuk 'singleisme', memiliki 3.600 anggota yang membahas rencana pensiun kolektif dan topik lainnya.
Seorang wanita 24 tahun, Liao Yueyi, baru-baru ini mengatakan pada ibunya bahwa ia telah 'terbangun dari mimpi buruk tentang memiliki anak'.
"Dalam keputusan yang saya ambil, tidak ada pernikahan atau anak. Saya tidak perlu meminta maaf kepada siapa pun, orang tua saya telah menerimanya," tulisnya di WeChat.
Sebaliknya, dia memutuskan untuk 'berbaring', sebuah ungkapan dalam bahasa China yang berarti melakukan secukupnya untuk memenuhi kebutuhan hidup - dan menabung uang untuk perjalanan di masa depan.
"Saya pikir tidak apa-apa untuk berkencan atau hidup bersama, tapi anak-anak adalah investasi aset yang sangat besar dengan keuntungan yang minimal," katanya.
Bahkan Yueyi telah berdiskusi dengan beberapa temannya untuk menyewa rumah. Nantinya, rumah itu akan ditempati mereka saat semuanya sudah pensiun dari pekerjaan.
Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Banyak Wanita di China Pilih Hidup 'Singleisme' daripada Menikah, Ini Pemicunya?"