Pembatasan lemak trans (Foto: thinkstock) |
Kementerian Kesehatan RI berencana menerapkan regulasi pembatasan lemak trans dalam industri makanan dan jajanan yang beredar di Indonesia. Sebab Asupan tinggi asam lemak trans (TFA) telah dikaitkan dengan peningkatan risiko serangan jantung dan kematian akibat penyakit jantung koroner. Setiap tahun, asupan lemak trans merenggut lebih dari setengah juta nyawa secara global.
Regulasi tersebut bertujuan untuk mengurangi angka kematian akibat penyakit tidak menular (PTM) di Indonesia, khususnya penyakit jantung.
Wakil Menteri Kesehatan RI Dante Saksono Harbuwono menyebut regulasi tersebut sukses diterapkan di Denmark hingga dapat menurunkan angka kematian akibat penyakit jantung sebesar 20 persen. Ia menjelaskan, sebelum adanya regulasi tersebut, Denmark sempat mencatat tingginya angka kematian akibat penyakit jantung.
"Denmark adalah negara pertama yang melarang asam lemak trans industri pada makanan. Dan ini sudah dilakukan sejak tahun 2003, berarti 20 tahun yang lalu," katanya saat ditemui di Jakarta Selatan, Senin (5/6/2024).
"Pemerintah di sana mencoba untuk membuat regulasi, membatasi lemak trans bebas sehingga apa yang terjadi? 10 tahun sesudah dikeluarkan regulasi itu angka kematian penyakit jantung dan pembuluh darah turun di 20 persen tanpa melakukan intervensi apapun, tanpa melakukan intervensi spesifik pada jantung, hanya membuat regulasi dan menerapkan regulasi untuk membahas lemak trans," lanjutnya.
Kesuksesan Denmark dalam menerapkan regulasi ini menjadi pelajaran di banyak negara. Karena itu, Dante menyebut Kemenkes RI berencana melakukan penerapan serupa seperti di Denmark.
Meski begitu, Dante tak menyebut kapan regulasi tersebut akan diterapkan di RI.
"Sehingga ini membuat kita harus melakukan proses regulasi lemak trans ini kalau kita ingin menurunkan angka kematian penyakit jantung," katanya.
"Ini baru diskusi, dan nantinya akan masuk ke regulasi," lanjutnya lagi.
Sebelumnya, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Indonesia telah melakukan penelitian terhadap sumber makanan yang mengandung lemak trans dalam pasokan pangan di Indonesia.
Temuan tersebut menunjukkan bahwa hampir 10 persen sampel mengandung lemak trans melebihi ambang batas direkomendasikan WHO, yakni kurang dari 2 g/100g total lemak.
Kadar lemak trans yang tinggi banyak ditemukan pada jajanan yang dikonsumsi, seperti biskuit, wafer, produk roti, dan jajanan kaki lima seperti martabak hingga roti maryam. Banyak dari makanan ini yang populer di kalangan anak-anak, sehingga membuat generasi mendatang berisiko mengalami kesehatan yang buruk.
"Tanpa kebijakan peraturan yang kuat dan didukung oleh undang-undang nasional, Indonesia berisiko masuknya produk-produk yang mengandung banyak lemak trans, sehingga memperburuk apa yang sudah menjadi ancaman kesehatan dan pembangunan nasional," ucapdr Lubna Bhatti, Team Lead NCDs and Healthier Population, WHO Indonesia, dalam acara yang sama.
Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Kapan RI Mau Ikuti Denmark Batasi Lemak Trans pada Makanan? Ini Kata Wamenkes"