detikcom |
Angka kelahiran baru di China dengan populasi sekitar 1,4 miliar disebut bakal mencetak rekor terendah tahun ini. Ahli demografi setempat menyebut angkanya diperkirakan turun di bawah 10 juta, dari semula 10,6 juta bayi lahir per 2021.
"Sudah 11,5 persen lebih rendah dari tahun lalu," sebut salah satu pakar di China, dikutip dari Reuters, Rabu (17/8/2022).
China secara resmi mengakui bahwa negara mereka berada di ambang penurunan demografis. Karenanya, pemerintah setempat mengganti kebijakan yang semula berlaku di 1980-2015 yakni satu keluarga disarankan hanya memiliki satu anak, kini sejak 2021 pasangan dibolehkan memiliki tiga anak.
Tak hanya itu, China mencoba mengurangi pajak, memperpanjang cuti hamil hingga subsidi asuransi kesehatan, perumahan, uang tambahan untuk anak, sampai les privat anak. Hal tersebut mendorong 'resesi' seks atau angka kelahiran yang dilaporkan terus menurun.
Kebijakan baru per Selasa (16/8) yakni China akan mengutamakan langkah pencegahan aborsi demi menaikkan tingkat kelahiran.
"China akan mencegah aborsi dan mengambil langkah-langkah untuk membuat perawatan kesuburan lebih mudah diakses sebagai bagian dari upaya untuk meningkatkan salah satu tingkat kelahiran terendah di dunia," sebut Otoritas Kesehatan Nasional China mengatakan pada hari Selasa.
Pemerintah daerah juga didorong untuk meningkatkan layanan perawatan bayi dan tempat kerja yang ramah keluarga, menurut pedoman yang diterbitkan di situs web otoritas.
Sementara pihak berwenang mengatakan menyebut promosi kesehatan reproduksi bakal sering dilakukan untuk memicu kesadaran masyarakat terkait pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan dan mengurangi aborsi yang tidak diperlukan secara medis.
Tingkat kelahiran di China pada tahun 2021 tercatat 1,16, jauh di bawah standar OECD yaitu 2,1 untuk populasi yang stabil dan termasuk yang terendah di dunia.
Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "'Resesi Seks' China Makin Ngeri? Kelahiran Menyusut, Termasuk Terendah Dunia"