Ilustrasi (Foto: ilustrasi/thinkstock) |
Di Indonesia, terapi urut dan 'kretek-kretek' masih dianggap manjur sebagai solusi bagi masalah tulang belakang. Bahkan ada yang mengandalkannya untuk masalah saraf kejepit.
Konsultan tulang belakang dari Siloam Hospital Lippo Karawaci, dr Jephtah Tobing, MD, SpOT (K) Spine, menilai pandangan ini kurang tepat. Menurutnya, tidak semua kondisi tulang belakang bisa ditangani dengan metode urut atau spinal adjustment.
Menurut dr Jephtah, pijat dan urut di dunia medis merupakan ranah fisioterapi. Namun berbeda dengan urut abal-abal, fisioterapi dilakukan dengan terukur berdasarkan kebutuhan dan diagnosis pasien.
"Sebenarnya urut itu ada tempatnya. Tapi, kalau diurut itu kan nggak bisa keliatan ya karena nggak ada MRI (Magnetic Resonance Imaging), nggak di-rontgen," kata dr Jephtah, kepada wartawan, Rabu (13/11/2024).
Karena dilakukan tanpa diawali diagnosis yang memadai, terapi urut tradisional bisa berisiko ketika diterapkan pada masalah kesehatan yang lebih kompleks.
"Sebaiknya didiagnosis dulu kalau memang nyeri pinggang dan merasa saraf kejepit. Diperiksa dulu, baru kalau misal butuh di-massage, baru berarti ditaruh ke fisioterapi," jelas dr Jephtah.
Dalam pendekatan medis, penggunaan Magnetic Resonance Imaging (MRI) atau rontgen menjadi standar untuk melihat kondisi tulang belakang secara rinci, sehingga metode perawatan yang diterapkan benar-benar sesuai dengan kebutuhan pasien.
Selain itu, dr Jephtah juga menekankan bahwa tidak semua keluhan tulang belakang seperti saraf kejepit cocok untuk ditangani dengan teknik spinal adjustment atau 'kretek-kretek'.
"Kalau dari sudut pandang kedokteran lebih baik dicari dulu melalui riwayat, pemeriksaan fisik, pada saat diagnosisnya sudah tepat. Baru bisa ditetapkan, apakah spektrum penanganannya ini bisa pakai spinal adjustment atau tidak," tambahnya.
Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Saraf Kejepit, Bolehkah Diurut-Dikretek? Begini Kata Konsultan Tulang Belakang"