Foto: Sputnik/Maksim Blinov/Reuters |
Rusia resmi terjerumus ke jurang resesi, setelah ekonominya kontraksi 4% selama dua kuartal berturut-turut. Dilaporkan, kondisi ini merupakan imbas berkepanjangan dari sanksi barat yang menghujani Rusia.
Secara umum, resesi sendiri diartikan dengan melemahnya ekonomi dalam dua kuartal berturut-turut atau lebih dalam satu tahun. Produk domestik bruto (PDB) negara adidaya ini turun 4% pada kuartal ketiga 2022 ini. Kondisi ini serupa dengan kontraksi 4% pada kuartal kedua.
Informasi tersebut berdasarkan dari estimasi yang diterbitkan oleh badan statistik nasional, Rosstat, pada Rabu kemarin, dilansir dari The Moscow Times, Kamis (17/11/2022).
Sanksi Barat yang menghantam ekonomi Rusia pasca serangan Moskow di Ukraina menjadi awal mula penurunan ekonomi Rusia. Pembatasan ekspor dan impor, kekurangan staf, hingga masalah pasokan suku cadang membebani perekonomian Rusia.
Setelah Rusia terkena sanksi Barat atas serangan Ukraina, bank secara drastis menaikkan suku bunga acuan dari 9,5% menjadi 20% dalam upaya untuk melawan inflasi dan menopang rubel.
Lalu yang mengejutkan, pada bulan Oktober lalu, bank sentral Rusia mempertahankan suku bunga utamanya pada 7,%. Ini adalah pertama kalinya sejak awal serangan militer di Ukraina tingkat suku bunga tetap tidak berubah.
Penurunan ekonomi pun terus terjadi, hingga mendorong terjadinya kontraksi. Menyusul kontraksi 4% di kuartal ini, tercatat penurunan perdagangan grosir sebesar 22,6% dan penurunan perdagangan ritel sebesar 9,1%.
Namun sisi baiknya, konstruksi Rusia tumbuh sebesar 6,7% dan pertanian sebesar 6,2%. Rosstat juga mencatat, tingkat pengangguran Rusia mencapai 3,9% pada September lalu.
Rusia sendiri terakhir kali mengalami resesi teknis pada akhir 2020 dan awal 2021 saat dunia mengalami pandemi virus corona. Ekonomi Rusia pun malah bernasib baik pada awal 2022 dengan peningkatan PDB sebesar 3,5%.
Sebelumnya, pada 8 November kemarin, Bank Sentral Rusia telah sempat memperkirakan, produk domestik bruto (PDB) akan berkontraksi sebesar 3,5% di tahun ini. IMF dan Bank Dunia masing-masing juga telah memperkirakan penurunan PDB Rusia sebesar 3,4% dan 4,5%.
Kondisi ekonomi Rusia kian menurun setelah negara-negara barat, terutama Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa, menghujani Moskow dengan rentetan sanksi ekonomi dan pribadi sejak Putin melakukan invasi militer ke Ukraina pada 24 Februari lalu.
Salah satu alasannya, ialah invasi tersebut mendatangkan ketidakstabilan ekonomi hingga ancaman resesi global di 2023. Bahkan, negara-negara G20 sepakat akan hal tersebut. Hal ini tertulis dalam Bali Leaders Declaration yang terdapat 52 poin.
"Banyak anggota mengutuk keras perang agresi Rusia yang ilegal, tidak dapat dibenarkan, dan tidak beralasan terhadap Ukraina dan menyerukan diakhirinya perang," bunyi dokumen tersebut, yang disepakati di perhelatan KTT G20 di Bali, Rabu (16/11/2022).
Langkah Rusia dinilai menghambat pertumbuhan ekonomi, meningkatkan inflasi, mengganggu rantai pasokan, meningkatkan kerawanan energi dan pangan, serta meningkatkan risiko stabilitas keuangan. Namun, diketahui para pemimpin G20 ada perbedaan pandangan terkait situasi perang Rusia beserta sanksinya. Menurutnya, tidak tepat membahas geopolitik di forum KTT G20.
Kendati demikian, negara G20 sepakat untuk mengambil tindakan nyata, tepat, cepat dengan menggunakan semua alat kebijakan yang tersedia untuk mengatasi krisis ekonomi global saat ini. Hal ini termasuk melalui kerja sama kebijakan makro internasional.
"Kami tetap berkomitmen untuk mendukung negara-negara berkembang, khususnya negara-negara kurang berkembang dan pulau kecil berkembang, dalam menanggapi tantangan global ini dan mencapai SDGs," tulisnya.
Artikel ini telah tayang di finance.detik.com dengan judul "Fakta-fakta Rusia Resmi Resesi!"