Ilustrasi warga Indonesia. (Foto: Grandyos Zafna) |
Indonesia berpotensi mengalami 'resesi seks'. Tak cuma di Jepang hingga Korea Selatan, sejumlah wanita di Indonesia juga dilaporkan mulai ogah punya anak.
Ada banyak macam alasan di baliknya, mulai dari fokus karier hingga pendidikan dan aspek pengembangan diri lainnya. Data Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) bahkan mencatat, beberapa kabupaten atau kota di Jawa Tengah dan Jawa Timur nihil kelahiran baru.
Meski begitu, perjalanan 'resesi seks' di Indonesia tak seburuk negara lain. Mayoritas sih, menurut Kepala BKKBN Hasto Wardoyo, masyarakat umum masih mengedepankan pro kreasi atau menikah dengan rencana memiliki anak.
Sementara sosiolog Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Drajat Tri Kartono yang juga mendalami tren tersebut, melihat gaya hidup yang bergeser yakni 'mogok berkeluarga' bisa diamati pada usia wanita 25 tahun ke atas. Sedikitnya, tiga alasan ditemukan Drajat menjadi faktor utama mereka memilih lajang hingga akhir hayat.
"Ketika saya tanya mengapa mereka belum menikah, karena menurut mereka pernikahan itu mengandung risiko yang ketika mereka itu bekerja pernikahan itu tidak seimbang antara apa yang diinvestasikan dengan apa yang mereka dapatkan, jadi menurut mereka menikah itu menimbulkan gangguan di mana hidup sendiri itu lebih nyaman," bebernya saat dihubungi detikcom Minggu (11/12/2022).
Aspek pertama merupakan ekonomi, dengan status lajang yang bersangkutan bebas mengatur keuangannya meskipun memiliki pendapatan kecil. Kedua, dengan tidak menikah, pola hidup atau aktivitas keseharian seolah tak terbatas, tidak seperti saat memiliki pasangan hidup.
Saat berkomitmen dan 'satu atap' dengan pasangan, tentu ada adat dan kebiasaan yang perlu disesuaikan. Hal terakhir yang dinilai menguntungkan dari melajang adalah bebas dari gangguan perasaan. Apa sih artinya?
"Gangguan perasaan, jadi dalam pernikahan itu banyak gangguan perasaan, namanya cemburu, namanya dicemburui, namanya nggak suka, pokoknya hidup jadi emosinya tergantung pada orang lain itu, naik turun emosinya, tidak nyaman," sambung dia.
Pria juga seperti itu, sebut Drajat. Pria lebih cenderung tak mau ambil pusing dan ruwet dengan kewajiban-kewajiban selama pernikahan. Menurutnya, kecenderungan wanita otonom dan laki-laki otonom bahkan meningkat, pada wanita diperkirakan sekitar 40 persen dari riset yang dilakukan. Tidak disebutkan persis detailnya.
Apa Dampaknya?
Krisis keluarga dipastikan berdampak pada banyak hal salah satunya yakni ekonomi, dari semula perputaran ekonomi di hal-hal terkait kebutuhan anak dan keluarga berjalan sebagaimana mestinya, menjadi 'mandet' akibat banyak orang yang tidak memiliki anak. Misalnya, tidak ada lagi kebutuhan popok, susu bayi formula, dan sebagainya.
"Nah kalau katakan 40 persen orang menarik dari situ, itu artinya 40 persen kegiatan ekonomi dalam sektor itu akan berkurang, kemudian juga orang cenderung ya mendingan kost mendingan tinggal di apartemen, tidak punya investasi rumah, dan lagian kalau dia sudah tua meninggal itu buat apa, itu akibatnya dalam beberapa hal ekonomi terganggu di situ," jelas dia.
Selain ekonomi, tentu berdampak pada aspek sosial. Akibat tidak berkeluarga, struktur sosial di masyarakat terganggu. Minimnya rasa peduli antarsesama lantaran masing-masing sibuk dengan pencapaian dan urusan pengembangan diri sendiri.
"Ketika dia nggak mau berkeluarga, dia urus hidup dia diri sendiri dengan hidup di luar juga dia jadi acuh tak acuh nah itu masalah sosial juga akan muncul," sambungnya.
Tidak selesai sampai di situ, efeknya juga berlangsung pada sisi psikologis. Orang yang memilih hidup sendiri relatif lebih sulit berbagi persoalan yang dihadapi dan cenderung menanggung semua bebannya sendiri.
Ini otomatis akan menimbulkan rasa cemas, gelisah, waswas yang sulit dihentikan.
"Tentu beban hidupnya menjadi lebih tinggi, rasa cemasnya muncul, pikirannya dibikin macem-macem apa saja dipikirin, tidak orang berbagi dengan orang lain tekanan pikiran dan kecemasannya berbagi jadi berkurang, tapi kalau orang sudah otonom makanya ini krisisnya menjadi krisis keluarga," pungkas dia.
Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "RI Berpotensi Kena 'Resesi Seks', Bisa Seperti Ini Efeknya Menurut Pakar"