Ilustrasi. (Foto: Getty Images/iStockphoto/Chinnapong) |
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dr Hasto Wardoyo menegaskan jika vasektomi berbeda dengan kebiri. Pasalnya, masih banyak suami yang belum teredukasi terkait hal tersebut.
Hasto menambahkan di dunia kedokteran kebiri atau yang dikenal dengan kastrasi ini sangat berbeda dengan vasektomi. Jika kastrasi adalah proses pengambilan testis atau mematikan testis, maka vasektomi hanya mengikat atau memotong saluran sperma.
"Kebiri kan bahasa awam ya. Kalau dalam bahasa kedokteran itu kastrasi, testisnya diambil atau testisnya dimatikan. Tapi vasektomi tidak melakukan seperti itu. Vasektomi itu hanya mengikat saluran untuk mengeluarkan sperma, itu saja," ujar Hasto kepada awak media di Jakarta Selatan, Selasa (14/5/2024).
"Sehingga, kalau orang divasektomi keluar cairannya, tapi bibitnya tidak keluar. Cairan tetap keluar, tapi bibitnya tidak keluar, sehingga jadinya aman," sambungnya.
Hasto mengakui jika masih banyak laki-laki atau para suami yang takut akan vasektomi. Banyak dari mereka yang menganggap setelah vasektomi maka vitalitas mereka akan menurun.
"Sering setelah vasektomi itu pertanyaannya satu. Setelah divasektomi apakah menurun kemampuan vitalitas laki-lakinya? Jawabannya tidak. Kalau nggak percaya tanya ke yang sudah divasektomi," terang Hasto.
Tak hanya vasektomi, Hasto menekankan jika tubektomi kini masuk ke dalam program utama pemerintah untuk menekan jumlah penduduk. Sehingga, pemerintah menggratiskan para suami atau istri yang ingin melakukan program untuk membatasi kelahiran.
"Tidak hanya vasektomi, tubektomi kita gratiskan. Habisnya kan biayanya bisa antara Rp 2 sampai Rp 3 juta, tapi dibayarkan pemerintah secara gratis. Mudah-mudahan ke depan bisa lebih di-cover," katanya.
Selain gratis, untuk para suami atau laki-laki yang melakukan vasektomi sesuai anjuran BKKBN, Hasto mengatakan mereka akan diberikan "uang istirahat". Besarannya adalah Rp 300 ribu, yang mana bisa berbeda setiap kebijakan Kepala Daerah masing-masing.
"Kemudian diberikan uang untuk istirahat 3 hari, belum banyak sih, diberinya Rp 300 ribu. Itu untuk uang istirahat," ujar Hasto.
"Beberapa Bupati, Wali Kota dia ngasih bonus. Supaya sukses vasektomi, ada yang ngasih bonus kambing, ada yang uang Rp 1 juta," sambungnya.
Hasto mengakui, kampanye Keluarga Berencana (KB) pria seperti ini dinilai efektif. Ia mengatakan jumlah laki-laki kini yang ingin vasektomi dinilai meningkat dari tahun ke tahun. Selain itu, peran motivator KB pria juga penting untuk mensosialisasikan vasektomi ini.
"Berikutnya kita punya motivator KB pria, ada teman Polri yang sudah divasektomi. Kemudian dia cerita ke mana-mana, menjadi motivator KB pria, bahwa saya sudah divasektomi, saya tidak apa-apa," tambahnya.
Meskipun begitu, Hasto mengatakan meskipun saluran sperma pria dipotong atau diikat, masih ada potensi kegagalan. Namun, menurutnya angka ini sangat kecil, hanya sekitar 0,3 persen. Ini menjadi tantangan bagi BKKBN untuk terus mengampanyekan vasektomi di lapisan masyarakat.
"Kegagalan itu selalu ada. Sebetulnya ini ada diikat, ada dipotong. Kebanyakan sebetulnya dipotong, tapi ada ikatannya juga. Kegagalan pasti ada tapi kecil sekali, 0,3 persen," kata Hasto.
"Tantangannya masih berat, karena kesadaran pria untuk vasektomi itu masih rendah. Ada stigma bahwa setelah vasektomi saya tidak lagi perkasa, itu satu tantangan," pungkasnya.
Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Alasan Bapak-bapak di RI Masih Ogah KB Vasektomi, Dianggap Sama dengan Kebiri"