ilustrasi (istimewa) |
Masalah prostat memang menjadi momok bagi laki-laki yang telah berusia 50 tahun ke atas. Pasalnya, ada banyak penyakit yang menghantui seperti Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) atau pembesaran prostat jinak, hingga kanker prostat.
Pertambahan ukuran kelenjar prostat biasanya dialami oleh laki-laki lanjut usia, sekitar 40 persen dari yang berusia sekitar 50 tahun dan 90 persen dari mereka yang berusia di atas 90 tahun. BPH sendiri menimbulkan gejala sulit menahan buang air kecil, muncul darah pada air mani atau urine, dan sering buang air kecil.
Baik BPH dan kanker prostat, dokter spesialis urologi dr Adistra Imam Satjakoesoemah, SpU, FICS dari RS Abdi Waluyo mengatakan keduanya memiliki gejala yang tidak jauh berbeda. Sehingga, untuk bisa memastikan benar-benar apakah itu BPH atau kanker prostat perlu dilakukan tes Prostate Specific Antigen (PSA).
"Gejalanya sama, bedanya apa? Kanker prostat kalau yang kecil ya belum tentu juga nimbulin gejala. Kan nggak ada obstruction. Biar gampang gimana? Masak perlu tes biopsi, cek PSA namanya, Prostate Specific Antigen (PSA), itu tumor marker," kata dr Adistra kepada detikcom, Jumat (24/5/2024).
"Kalau PSA-nya tinggi, algorithm saya akan anggap kanker prostat sampai terbukti tidak. Nanti akan ada pemeriksaan lanjutan seperti MRI, second trial dikasih obat, antibiotik sampai PSA turun di batas normal. Kalau tetap nggak normal, baru biopsi sampai terbukti ini jinak," sambungnya.
dr Adistra menekankan untuk sering-sering mengonsumsi makanan-makanan yang kaya akan vitamin A, vitamin D, dan vitamin E. Makanan atau minuman yang banyak mengandung vitamin-vitamin ini akan membantu mengurangi peradangan dan inflamasi.
Oleh karena itu, dr Adistra menyarankan untuk lebih memperhatikan gaya hidup yang sehat. Salah satunya adalah mengontrol asupan makanan atau minuman yang masuk ke dalam tubuh. Dirinya menyarankan untuk mengurangi mengonsumsi beberapa makanan ini agar bisa menekan risiko terkena masalah di prostat.
"Ada makanan-makanan yang sifatnya prokarsinogenik, overall sebenarnya bukan buat prostat doang. Red meat (daging merah) kemudian dietary food, susu dan produk turunannya. Itu ada chance, ada risiko. Sekali lagi ini bukan menyebabkan ya, tapi ada risiko," tegasnya.
Selain itu, gaya hidup yang kurang aktif juga menjadi salah satu alasan laki-laki lanjut usia bisa terkena pembesaran prostat jinak atau BPH. Sedentary lifestyle atau gaya hidup malas juga bisa memiliki dampak buruk bagi tubuh, salah satunya masalah di prostat.
"Sedentary lifestyle, santai-santai, kaum rebahan itu ada chance yang signifikan (terkena BPH). Jauhi rebahan, hidup aktif. Sedentary lifestyle, rebahan ya ada risk buat jadi pembesaran prostat, dari penelitian ya risk-nya. Tapi nggak semuanya begitu sekali lagi ya," ujar dr Adistra.
"Kaum-kaum mager baiknya itu (perbanyak gerak). Semuanya sih bisa risk-nya meningkat. Sakit jantung dan lain-lain. Jadi olahraga teratur, aktivitas fisik, tadi juga diabetes juga," sambungnya.
Selain makanan dan minuman, dr Adistra mengatakan frekuensi bercinta atau ejakulasi pria memiliki kaitan dengan risiko kanker prostat. Ia mengatakan seseorang yang aktif bercinta atau ejakulasi bisa menekan risiko terkena kanker prostat.
"Sampai detik ini belum ada establish yang jelas antara BPH dengan ejakulasi. Ada yang bilangnya faktor protektif dan lain-lain. Tapi untuk penelitian yang pasti, yang common kita terima itu (menurunkan) risiko kanker prostat," tutupnya.
Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Cegah Risiko Kanker Prostat, Dokter Sarankan Hindari Konsumsi Makanan Ini"