Foto: NASA |
Pada Jumat (10/5) hingga Minggu (12/5), salah satu badai geomagnetik terbesar dalam beberapa dekade memunculkan pertunjukan aurora spektakuler di Bumi belahan utara dan selatan. Ilmuwan menyoroti pentingnya prakiraan kejadian cuaca luar angkasa yang berpotensi mengganggu.
Isu ini menjadi salah satu agenda Dewan Eksekutif World Meteorological Organization (WMO) yang akan datang. Untuk diketahui, pada 10-13 Mei, aurora yang biasanya terlihat di daerah kutub, dapat terlihat di garis lintang yang sangat rendah.
Penampakan Aurora Borealis di belahan Bumi utara yang spektakuler teramati di Florida, Italia, dan Spanyol sedangkan Aurora Australis di belahan Bumi selatan dilaporkan sampai ke utara hingga Queensland di Australia.
Hal ini merupakan akibat dari badai geomagnetik ekstrem, kategori tertinggi, yang berasal dari serangkaian lontaran massa koronal (CME), yakni awan material plasma yang terlempar.
Kemunculan aurora merupakan salah satu dampak dari Matahari dengan kecepatan tinggi ke ruang antarplanet. Awan plasma ini membawa medan magnet yang berinteraksi dengan medan magnet Bumi ketika menemukan planet kita dalam jalurnya melalui ruang antarplanet.
Dampak Berbahaya
Meskipun aurora merupakan tontonan yang menarik, badai geomagnetik juga berpotensi mengganggu dengan dampaknya yang berbahaya seperti tekanan yang dapat ditimbulkan pada jaringan listrik akibat arus induksi pada saluran listrik, dan kemungkinan merusak komunikasi dan operasi satelit.
Badai Matahari terbaru terjadi setelah peningkatan aktivitas Matahari sebelumnya. Daerah yang disebut aktif, konsentrasi fluks magnet di permukaan Matahari, selama seminggu terakhir telah melepaskan beberapa suar kelas X, yang merupakan suar kategori paling kuat berupa semburan emisi gelombang elektromagnetik.
Suar ini berdampak pada ionosfer Bumi yang menyebabkan pemadaman radio (frekuensi tinggi) di sisi Bumi yang diterangi Matahari, dan dapat mengakibatkan gangguan atau kerusakan pada layanan navigasi satelit.
"Peristiwa Matahari seperti itu terjadi secara teratur, dengan tingkat kejadian mengikuti siklus 11 tahun yang terkait dengan inversi keseluruhan medan magnet Matahari setiap sebelas tahun," kata Jesse Andries, petugas ilmiah di Program Luar Angkasa WMO, dikutip dari situs resmi WMO.
"Kita saat ini mendekati titik maksimum siklus saat ini dengan kejadian Matahari paling sering terjadi. Meskipun peristiwa Matahari terjadi secara rutin, badai geomagnetik yang terjadi baru-baru ini tentu saja merupakan salah satu yang terbesar dalam beberapa dekade," katanya.
Untungnya, pemantauan dan prediksi cuaca luar angkasa semakin menjadi praktik operasional seperti halnya cuaca terestrial. Peristiwa terkini telah diperkirakan secara akurat.
Prakirawan cuaca luar angkasa di seluruh dunia memantau Matahari dengan cermat. Mereka melaporkan setiap hari tentang evolusi daerah aktif di permukaan Matahari dan memperkirakan kemungkinan terjadinya flare besar.
Mereka selanjutnya mencatat sifat-sifat permulaan lontaran massa koronal yang mereka masukkan ke dalam model yang kemudian memungkinkan mereka memperkirakan perkiraan waktu kedatangan di Bumi.
Berdasarkan analisis ini, sektor-sektor kritis dan masyarakat umum diberi tahu terlebih dahulu mengenai kejadian yang akan datang, sehingga mereka dapat mengambil tindakan perlindungan, seperti menyimpangkan rute penerbangan dari kutub.
WMO telah melakukan upaya untuk mengintegrasikan Space Weather ke dalam aktivitasnya selama lebih dari satu dekade dan telah memasukkannya sebagai jasa lingkungan terkait dalam Rencana Strategisnya.
Pertemuan Dewan Eksekutif WMO pada bulan Juni akan mengadopsi Rencana Empat Tahun terbaru untuk kegiatan WMO terkait Cuaca Antariksa (2024-2027). Hal ini baru-baru ini disetujui oleh WMO Commission for Observation, Infrastructure and Information (INFCOM).
Rencana tersebut membahas tiga pilar utama Infrastruktur WMO terkait observasi infrastruktur, pemodelan dan prediksi, serta pertukaran data.
Selain itu, upaya ini juga berupaya untuk meningkatkan kemampuan Anggota WMO dalam memberikan layanan berharga bagi berbagai sektor ekonomi yang rentan terhadap ancaman letusan Matahari dan fenomena cuaca antariksa yang diakibatkannya.
Artikel ini telah tayang di inet.detik.com dengan judul "Belajar dari Badai Matahari Dahsyat, Pentingnya Prakiraan Cuaca Antariksa"