Ilustrasi. (Foto: Getty Images/JUN LI) |
Belum lama ini Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) baru saja menyatakan Mpox atau 'cacar monyet' menjadi darurat kesehatan global. Status tersebut juga diketahui sempat diberikan pada COVID-19 ketika pandemi terjadi. Apa yang membedakan kedua jenis penyakit ini?
Penyebaran Mpox di beberapa wilayah saat ini membuat banyak ilmuwan dan pakar kesehatan merasa khawatir. Namun, mereka menegaskan bahwa ini bukan seperti COVID-19 yang baru.
"Mpox bukanlah COVID baru. Risikonya terhadap masyarakat umum rendah," kata Direktur Regional WHO Hans Kluge, dikutip dari BBC.
Penyakit COVID-19 dan Mpox memang sama-sama disebabkan oleh infeksi virus. Namun, gejala dan penyebaran dari penyakit ini sangat berbeda.
1. Mpox Bukan Virus Baru
Virus Mpox pertama kali ditemukan pada tahun 1958 pada monyet yang dipelihara untuk penelitian. Sedangkan kasus Mpox pertama pada manusia ditemukan tahun 1970 pada seorang anak berusia 9 bulan di Republik Demokratik Kongo.
Sedangkan wabah COVID-19 bermula di akhir tahun 2019 di Wuhan China. Penyakit ini disebabkan oleh virus baru SARS-CoV-2 yang sebelumnya belum pernah teridentifikasi pada manusia.
Pada saat itu, Komisi Kesehatan Wuhan melaporkan adanya klaster kasus pneumonia misterius. Virus tersebut akhirnya teridentifikasi.
2. Penularan Mpox Vs COVID-19
COVID-19 merupakan penyakit yang dapat menyebar lebih cepat karena dapat ditularkan melalui udara. Sekresi yang dikeluarkan dari mulut atau hidung orang yang terinfeksi biasanya dapat menginfeksi orang-orang yang ada di jarak dekat.
Untuk mencegah penyebaran COVID-19, masyarakat harus menggunakan masker, menjaga jarak, dan harus sering mencuci tangan.
Sedangkan untuk Mpox sendiri penularannya terjadi melalui kontak yang sangat dekat dan cenderung berkepanjangan dengan orang yang terinfeksi. Misalnya seperti kontak kulit, berhubungan intim, ciuman, hingga akibat droplet dari kontak dekat berkepanjangan.
3. Tingkat Keparahan Mpox
Tingkat keparahan dari gejala COVID-19 bisa berbeda pada setiap orang. Efek yang ditimbulkan dari infeksi COVID-19 juga sangat berpengaruh dari kondisi kesehatan pasien itu sendiri. Gejalanya bisa meliputi demam, batuk, dan kelelahan.
Pada kasus yang moderat, infeksi COVID-19 bisa menimbulkan kesulitan bernapas hingga pneumonia ringan. Sedangkan untuk kasus berat, infeksi bisa menyebabkan pneumonia berat, gagal organ, hingga risiko kematian.
Sedangkan untuk gejala umum dari Mpox biasanya meliputi ruam seperti luka melepuh yang berlangsung selama 2-4 minggu. Kondisinya bisa disertai dengan sakit kepala, demam, nyeri otot, nyeri punggung, hingga pembengkakan kelenjar getah bening.
Lesi dapat ditemukan hampir di seluruh tubuh, termasuk area vital hingga di dalam mulut. Beberapa orang mungkin akan mengalami peradangan di dalam rektum yang menyebabkan nyeri parah. Peradangan pada alat kelamin dapat menyebabkan kesulitan buang air kecil.
Komplikasi yang dapat muncul apabila Mpox tidak segera ditangani dengan baik meliputi infeksi kulit atau darah, infeksi paru, ensefalitis, pneumonia, hingga miokarditis. Komplikasi Mpox juga dapat menyebabkan kematian, namun dalam angka yang kecil.
4. Vaksin Mpox Sudah Tersedia
Berbeda dengan COVID-19 yang sempat diawali dengan proses pengembangan vaksin, untuk saat ini vaksin Mpox sudah tersedia. Vaksin ini juga tidak diberikan secara massal, melainkan hanya pada kelompok-kelompok berisiko saja.
"Kami tidak merekomendasikan vaksinasi massal. Kami merekomendasikan penggunaan vaksin di tempat-tempat yang dilanda wabah untuk kelompok yang paling berisiko," kata Juru Bicara WHO Tarik Jasarevic.
Saat ini ada tiga jenis vaksin Mpox yang tersedia, yaitu vaksin generasi kedua ACAM2000, serta dua vaksin generasi ketiga yaitu virus vaksinia termodifikasi (MVA)-BN dan Lc16m8.
5. Tidak Ada Karantina dan Penutupan Perbatasan
Semenjak ditetapkannya status Mpox sebagai darurat kesehatan global oleh WHO, tak sedikit warga yang khawatir penyakit ini akan menimbulkan efek seperti COVID-19. Sebelumnya, pandemi COVID-19 sempat melumpuhkan aktivitas masyarakat di seluruh dunia akibat karantina dan penutupan perbatasan.
Berkaitan dengan hal tersebut WHO menekankan bahwa karantina atau penutupan perbatasan tidak akan dilakukan.
"Apakah kita akan melakukan lockdown di kawan WHO Eropa? Apakah ini seperti COVID-19 baru? Jawabannya jelas tidak," ucap Kluge.
"Pada tahun 2022, Mpox menunjukkan kepada kita bahwa penyakit ini dapat menyebar dengan cepat ke seluruh dunia. Kita dapat dan harus, mengatasi Mpox bersama-sama, lintas kawasan dan benua," sambungnya.
Selain vaksin yang hanya diberikan pada kelompok berisiko, pihak WHO menekankan bahwa pihaknya tidak mewajibkan penggunaan masker seperti pandemi COVID-19.
Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "5 Hal yang Membedakan COVID-19 dan Mpox, dari Penyebaran hingga Tingkat Keparahan"