![]() |
| Ilustrasi (Foto: Getty Images/sarawut khawngoen) |
Belakangan kisah dokter yang menangani 'rahim copot' viral di media sosial. Kasus serupa ternyata pernah dilaporkan di India dan dipublikasikan pada 2003 dalam Journal of Obstetrics and Gynecology of India berjudul "An Unusual Case of Postpartum Hemorrhage Resulting From Amputation of Uterine Inversion".
Dalam laporan tersebut, pasien berinisial B M, 28 tahun, seorang ibu yang baru melahirkan anak pertamanya, dibawa ke ruang bersalin pada 12 November 2000. Ia mengalami perdarahan vagina hebat dua jam setelah melahirkan bayi laki-laki cukup bulan di rumah dengan bantuan penolong persalinan tradisional atau dukun beranak (dai).
Saat di rumah sakit, pasien dalam keadaan sadar tetapi tampak sangat lemah. Ia mengalami anemia sedang, sesak napas, berkeringat banyak, takikardi (nadi 140 kali per menit), dan hipotensi dengan tekanan darah sistolik 70 mmHg serta diastolik tidak terukur. Laju napasnya bahkan mencapai 48 kali per menit.
Pemeriksaan perut menunjukkan uterus atau rahim tidak teraba, disertai nyeri tekan menyeluruh di perut bagian bawah. Pemeriksaan spekulum memperlihatkan perdarahan masif, dan pada pemeriksaan vaginal, serviks serta uterus juga tidak dapat diraba di tempat seharusnya.
Diagnosis awal ditegakkan sebagai perdarahan pascapersalinan akibat atonia uteri dengan robekan pada kubah vagina (vault tear) dan syok. Transfusi darah segera disiapkan, dan pasien dibawa ke ruang operasi untuk evaluasi lebih lanjut di bawah pembiusan.
Selama pemeriksaan di ruang operasi, dokter menemukan serviks dan uterus tidak dapat diraba, tetapi kedua tuba falopi dan ovarium justru tampak berada di dalam vagina. Temuan ini mengarah pada diagnosis ruptur uteri setelah persalinan, sehingga laparotomi darurat langsung dilakukan.
Saat perut dibuka, rongga abdomen penuh dengan darah, dan uterus tidak terlihat. Setelah darah dibersihkan, ternyata uterus telah terlepas seluruhnya, dan jaringan penyangga di sisi kiri dan kanan masih berdarah. Bagian yang tersisa kemudian di-jepit (clamp) dan diikat (ligasi). Kubah vagina yang terputus kemudian ditutup dengan jahitan terputus-terputus.
Setelah perdarahan dapat dikendalikan, dokter memasang selang drainase, sebuah selang kecil untuk mengeluarkan sisa darah atau cairan pascaoperasi, lalu menutup kembali luka operasi. Pasien juga diketahui mendapat tiga kantong darah segar serta ceftriaxone intravena.
Penyebab 'Rahim Copot'
Pendalaman lebih lanjut setelah operasi mengungkapkan penyebab utama kejadian tersebut. Plasenta pasien sempat tertahan setelah melahirkan, sehingga dai menarik tali pusat dengan kuat. Plasenta keluar bersama uterus yang sudah mengalami inversi (terbalik).
Melihat adanya jaringan besar yang menjulur keluar, dai kemudian memotong jaringan tersebut di tingkat introitus (pintu vagina). Karena perdarahan tidak berhenti, pasien akhirnya dirujuk ke rumah sakit.
"Ini adalah kasus yang tidak biasa dari inversi uterus puerperalis yang disebabkan oleh penanganan medis yang keliru (iatrogenic mismanagement), yang kemudian menyebabkan perdarahan postpartum masif. Beruntung pasien dapat selamat dari mutilasi seperti itu. Tidak ada catatan kejadian serupa di literatur medis," demikian bunyi laporan jurnal tersebut.
Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Kasus 'Rahim Copot' Ternyata Pernah Terjadi di India, Begini Kejadiannya"
