Kepala Badan POM RI, Penny K. Lukito/Net |
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI mengungkapkan hasil pemeriksaan terhadap sebanyak 102 obat terkait gangguan ginjal akut misterius. Pasalnya, beredar dugaan bahwa dua ratusan kasus gangguan ginjal misterius di RI kini dipicu oleh kandungan etilen glikol (EG) yang melebihi ambang batas pada sejumlah produk obat berbentuk cair atau sirup.
Sebelumnya pada Kamis (20/10/2022), BPOM juga mengumumkan penarikan lima produk obat cair dengan kandungan EG melebihi ambang batas aman. Walaupun memang, temuan tersebut belum dipastikan sebagai pemicu kasus gangguan ginjal akut misterius.
Lantas, kenapa bisa produk dengan kandungan EG melebihi ambang batas tersebut beredar di toko-toko? Mungkinkah BPOM RI sempat kebobolan?
Kepala BPOM RI Penny K Lukito menyebut, pihaknya telah menerapkan pengawasan terhadap bahan tercemar di dalam bahan baku pre-market dan post-market, sesuai ketentuan internasional. Dalam aturan tersebut, pada saat pendaftaran produk obat tidak boleh menggunakan bahan baku yang mengandung etilen glikol dan dietilen glikol.
"Tentu saja ada batas cemarannya. Dikatakan bahwa tidak mungkin pencemaran nol, tapi ada batas pencemarannya. Jadi ada persyaratan yang di-submit ata diserahkan kepada Badan POM di awal dan memenuhi ketentuan yang telah ditegakkan. Kemudian apabila akan melakukan perubahan dari bahan baku harus melapor pada Badan POM," kata Penny dalam konferensi pers di Kantor BPOM RI, Jakarta Pusat, Minggu (23/10/2022).
Memang Tidak Ada Syarat Pengawasan Produk Terhadap Bahan Pencemar
Lebih lanjut Penny menyebut, memang selama ini di dalam standar pembuatan obat, tidak ada syarat pengawasan produk terhadap bahan pencemar. Namun menurutnya meski tidak dilakukan, pihaknya akan melakukan pengembangan.
"Standar pembuatan obat tidak mensyaratkan adanya pengawasan produk jadi terhadap pencemar-pencemar tersebut. Itu tidak dilakukan. Namun, selalu ada perkembangan. Selalu ada kasus yang saya kira ini hikmah di balik ini adalah ini akan digunakan untuk memperkuat atau merubah sistem pengawasan pre dan post market yang ada," ungkap Penny.
"Ke depan kami akan memperbaiki dan lebih memperkuat pengawasan baik di premarket maupun post market dengan beberapa ketentuan yang mengharuskan industri farmasi melakukan sendiri, menganalisa dan memastikan quality control-nya lebih ditingkatkan dan kami akan mengawasi juga pengawasan di post market dari produk tersebut berdasarkan risiko," pungkasnya.
Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Bos BPOM RI Jawab Tudingan Kebobolan Obat Tercemar EG, Begini Katanya"