Foto: istock |
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyoroti sejumlah pasal yang dimuat dalam KUHP yang baru-baru ini diresmikan oleh DPR. PBB menyatakan kekhawatirannya dengan sejumlah pasal yang dianggap berpotensi melanggar hak asasi manusia.
Dalam pernyataan resmi PBB di laman resminya, beberapa hal yang disoroti adalah akses aborsi dan alat kontrasepsi yang berpotensi diskriminasi kepada perempuan dan anak perempuan.
PBB menuliskan rancangan baru pasal 465, 466, dan 467 RKUHP akan mengkriminalkan aborsi jika tidak sesuai dengan ketentuan yang disebutkan dalam ketentuan UU Kesehatan 2009. Wanita yang mengakhiri kehamilannya bisa jadi divonis empat tahun penjara dan mereka yang membantu dipenjara hingga lima tahun.
"Ketentuan baru akan terus berlanjut mengkriminalkan aborsi, yang merupakan penghalang utama dalam mengakses perawatan aborsi, bahkan dalam kerangka hukum, dan menimbulkan hambatan yang tidak perlu," tulis PBB.
"Kami juga mengungkapkan keprihatinan serius itu, dengan menolak akses ke perawatan aborsi yang sensitif terhadap waktu dan prosedur aborsi sukarela, Negara akan menempatkan kesehatan dan keamanan ekonomi perempuan berisiko, memperburuk ketidaksetaraan sistemik," ungkap mereka terkait isu aborsi.
Pada pernyataan tersebut, PBB juga menyinggung Komite Hak Asasi Manusia yang menekankan bahwa meskipun Negara dapat mengadopsi langkah-langkah yang dirancang untuk mengatur penghentian kehamilan secara sukarela, langkah-langkah tersebut tidak boleh mengakibatkan pelanggaran terhadap hak hidup wanita hamil atau anak perempuan atau membahayakan hidup mereka.
Pembatasan akses kontrasepsi
Selanjutnya, PBB menyoroti pembatasan akses kontrasepsi. Pasal 410 RKUHP menetapkan denda paling banyak satu juta rupiah kepada mereka yang menawarkan kepada anak di bawah umur dalam bentuk tulisan, potret atau tulisan yang menggambarkan segala cara untuk menghentikan kehamilan.
Pasal ini, menurut PBB akan mengurangi informasi kesehatan penting terkait kesehatan reproduksi termasuk oleh guru, orang tua, media, dan anggota masyarakat. PBB menilai aturan itu bisa membatasi informasi soal kesehatan yang penting. Padahal memberikan dan menerima pendidikan seksualitas secara bebas sudah diatur dalam Pasal 19 UDHR dan Pasal 19 ICCPR.
"Kami menegaskan kembali kesediaan kami untuk berbagi keahlian teknis kami dan membantu Indonesia dalam upayanya untuk memperkuat kerangka legislatif dan kelembagaan negara, menjamin penikmatan hak asasi manusia untuk semua orang di Indonesia, termasuk hak atas kesetaraan, kebebasan dari diskriminasi, kebebasan berekspresi dan berpendapat, pikiran, hati nurani, agama atau kepercayaan," tutup PBB.
Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "PBB Singgung Aturan Aborsi dan Kontrasepsi di KUHP Baru, Begini Sorotannya"