Ilustrasi flu burung. (Foto: BBC World) |
Para pakar influenza di dunia termasuk Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengkhawatirkan penularan flu burung ke manusia. Bahkan ketakutan meningkat tentang potensi penyakit ini memicu pandemi terlebih setelah muncul kematian gadis berusia 11 tahun di Kamboja.
Laporan di awal tahun juga menyebut wabah flu burung sudah dengan cepat menyebar dari mamalia ke mamalia melalui peternakan cerpelai, dan menyebabkan kematian massal pada burung Peru dan singa laut. Sejak awal tahun 2022, lebih dari 50 juta unggas di Amerika Serikat, dan jumlah serupa di Eropa, telah mati karena penyakit tersebut atau terbunuh dalam upaya membendung penyebarannya.
Para ahli percaya ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mencegah potensi flu burung menular dari manusia ke manusia. Salah satunya dimulai dari peternakan unggas.
Peternakan unggas adalah medan pertempuran utama dalam perang melawan H5N1, jenis flu burung yang saat ini beredar. Wabah di peternakan mengancam ketahanan pangan dan memberikan peluang bagi virus untuk menyebar ke pekerja pertanian. Selama beberapa dekade, petani telah mengendalikan penyakit dengan memusnahkan hewan yang terinfeksi. Tapi sekarang, dengan banyak negara mengalami wabah di puluhan peternakan setiap bulan, tak bisa terus menerus memusnahkan unggas.
Beberapa negara, termasuk China, memvaksinasi unggas untuk membatasi penyebaran dan tingkat keparahan flu burung. Pemerintah lain di seluruh dunia sekarang juga menerapkan kebijakan vaksinasi atau sedang mempertimbangkan untuk melakukannya. Satu masalah dengan vaksin yang ada adalah bahwa mereka menyebabkan unggas positif terkena virus, yang berarti peternak tidak dapat menjamin unggas mereka bebas dari H5N1.
"Ini memiliki dampak ekspor dan perdagangan internasional yang sangat besar", kata Keith Poulsen, spesialis penyakit menular di Laboratorium Diagnostik Hewan Wisconsin di Madison dikutip dari laman Nature.
Para ilmuwan sedang dalam tahap awal mengembangkan vaksin yang mungkin bisa mengatasi masalah ini. Ahli mikrobiologi Adel Talaat di University of Wisconsin-Madison dan rekannya sedang mengembangkan vaksin yang hanya menggunakan sebagian kecil dari DNA virus. Tes yang menargetkan wilayah genetik lain dapat membedakan antara burung yang telah divaksinasi dan yang terinfeksi.
Menghentikan pandemi manusia
Kematian gadis di Kamboja dan fakta bahwa ayahnya juga dinyatakan positif flu burung, telah memperbaharui kekhawatiran tentang apakah flu burung dapat memicu penyebaran infeksi pada manusia, atau bahkan pandemi.
Versi nenek moyang dari virus H5N1 saat ini telah beredar di antara burung selama sekitar 25 tahun dan belum memperoleh kemampuan untuk menyebar di antara manusia. Hal ini membuat para ahli berpikir bahwa risiko pandemi manusia rendah.
Tetapi, Nichola Hill, seorang ahli ekologi di University of Massachusetts di Boston mengatakan peningkatan kasus baru-baru ini di antara burung liar, dan penemuan bahwa virus dapat ditularkan di antara mamalia, meningkatkan risiko penyebaran virus pada manusia. Pakar ingin melihat peningkatan pengawasan terhadap orang-orang yang bekerja di sektor perunggasan untuk memastikan siapa pun yang terinfeksi dapat segera terdeteksi dan diisolasi.
Jika flu burung memang memicu pandemi manusia, ada sejumlah alat untuk memerangi penyakit tersebut. Vaksin untuk manusia sedang diuji coba dan WHO memantau evolusi H5N1 sehingga vaksin ini dapat diperbarui dengan tepat.
Di Amerika Serikat, Otoritas Penelitian dan Pengembangan Biomedis Lanjutan memiliki persediaan vaksin, meskipun pasokannya terlalu sedikit untuk digunakan memvaksinasi dunia. Penelitian pada hewan dan data pengamatan pada manusia menunjukkan bahwa obat antivirus Tamiflu efektif melawan H5N1 pada manusia, walaupun ada laporan tentang strain yang resistan. Alat non-farmasi termasuk masker wajah juga dapat membatasi penyebaran penyakit.
Untuk dunia yang masih belum pulih dari COVID-19, prospek pandemi lain mengkhawatirkan. Tingkat kematian flu burung pada manusia saat ini adalah sekitar 50 persen, meskipun kemungkinan akan turun jika virus memperoleh kemampuan untuk menginfeksi sel-sel di saluran pernapasan bagian atas, prasyarat untuk penyebaran manusia ke manusia.
Tetapi beberapa ilmuwan mengatakan bahwa pandemi H5N1 mungkin lebih dapat ditangani daripada COVID-19 karena obat dan vaksin yang sudah tersedia, dan karena alat seperti vaksin mRNA yang dikembangkan sebagai hasil dari COVID-19.
Hill setuju bahwa umat manusia memiliki alat yang diperlukan untuk mengendalikan virus. "Pertanyaannya adalah kontrol pada saat ini, dan mencegah pandemi manusia," katanya.
"Dan saya pikir keduanya adalah tujuan yang dapat dicapai," imbuhnya lagi.
Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Bikin Dunia Ketar-ketir, Bagaimana Cara Agar Flu Burung Tak Jadi Pandemi?"