Foto: Infografis detikcom |
Menyusul cuitan Presiden RI Joko Widodo perihal dua juta warga Indonesia berobat ke luar negeri setiap tahun, kini pihak dokter ikut buka suara. Disinggungnya, fasilitas kesehatan yang tersedia di Indonesia sebenarnya tidak kalah canggih dibandingkan di negara lain. Namun, hal itu tidak sepenuhnya dipahami masyarakat Indonesia.
"Hampir 2 juta orang Indonesia masih memilih berobat ke luar negeri setiap tahun. Kurang lebih 1 juta ke Malaysia, 750 ribu ke Singapura, sisanya ke Jepang, Amerika, Jerman, dll," ungkap Jokowi lewat akun Twitternya @jokowi, Senin (6/3/2023).
Direktur Utama RSUP Fatmawati, dr Andi Saguni, MA ikut menyoroti laporan jutaan warga RI berobat ke luar negeri. Ia menjelaskan, warga sebenarnya tidak perlu jauh-jauh berobat ke luar negeri. Pasalnya, di dalam negeri pun pihaknya mengupayakan pelayanan kesehatan dan pengobatan yang memadai.
"RSUP Fatmawati akan betul-betul berupaya dan tentunya berkomitmen agar masyarakat Indonesia memilih layanan kesehatan di dalam negeri saja, tidak perlu ke luar negeri. Khususnya kepada layanan ortopedi yang merupakan unggulan di RSUP Fatmawati," ungkapnya dalam konferensi pers di RSUP Fatmawati, Jakarta Selatan, Jumat (10/3).
Penyakit yang Bikin Warga RI Pilih Berobat di Luar Negeri
"Kita tegaskan bahwa kami siap untuk menangani kasus-kasus ortopedi yang menjadi permasalahan di Indonesia, tidak hanya Jabodetabek. Agar supaya itu merupakan upaya untuk membendung pasien-pasien yang membutuhkan layanan ortopedi. Tidak harus ke luar negeri, ke Singapura, ke Malaysia. Cukup di dalam negeri," sambung dr Andi.
Dalam kesempatan tersebut juga, spesialis ortopedi dari RSUP Fatmawati, dr Anggaditya Putra, SpOT, menjelaskan ada kemungkinan, warga yang memilih berobat di luar negeri dilatarbelakangi oleh kurangnya pemahaman tentang kualitas pelayanan kesehatan di Indonesia.
Sedangkan terkait jenis penyakit, beberapa orang memilih berobat di luar negeri karena penyakit yang diidapnya bersifat mengancam nyawa seperti jantung dan kanker.
"Penyakit life-threatening seperti jantung, pembuluh darah, atau penyakit-penyakit yang membutuhkan terapi yang belum ada di Indonesia kanker dan sejenisnya. Dari situ kita nggak bisa ploting yang mana berada secara demografis lebih dekat. Misalnya di Sumatera lebih dekat ke sana (ke negara tetangga)," ungkap dr Anggaditya.
Lebih lanjut dr Anggaditya menerangkan, hingga kini belum ada data pasti terkait kelompok masyarakat mana yang menjalani pengobatan di luar negeri, baik dari segi lapisan masyarakat maupun lokasi geografis.
"Kita belum punya numbernya mungkin. Harus mempunyai suatu sistem sehingga punya tools untuk melihat yang kita lakukan ini sudah baik atau belum," pungkasnya.
Dalam kesempatan sebelumnya, Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) dr Adib Khumaidi menjelaskan warga RI yang memilih berobat di luar negeri umumnya memiliki pertimbangan berupa persoalan pajak sampai peta perawatan pasien BPJS Kesehatan.
"Gap yang terjadi antara Indonesia dengan luar negeri, kenapa pembiayaannya lebih murah? Karena masalah utamanya adalah pajak yang perlu jadi perhatian," katanya saat ditemui di kantor PB IDI, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (9/3).
dr Adib tidak menampik bahwa pembiayaan pelayanan kesehatan di negara tetangga seperti Malaysia lebih murah daripada di Indonesia. Menurutnya, harga yang lebih rendah tersebut berkaitan dengan pajak pada elemen pembiayaan kesehatan.
Terakhir, kendala komunikasi dokter dengan pasien juga memicu sejumlah warga RI lebih memilih berobat di negara lain. Menurutnya ada kemungkinan, beberapa dokter kurang mampu mendengarkan keluhan pasien.
"Komunikasi (jadi masalah), jadi dokter Indonesia sebenarnya dengan komunikasi yang baik, kemudian lebih banyak mendengar keluhan-keluhan pasien, maka itu akan bisa dirasakan," pungkasnya.
Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Jutaan Warga RI Lebih Percaya Berobat di Negara Lain, Ini Kemungkinan Alasannya"