Ilustrasi vaksin COVID-19. (Foto: Getty Images/iStockphoto/SilverV) |
Seorang pria di Jerman berusia 62 tahun mencatatkan rekor di dunia medis sebagai orang dengan vaksin COVID-19 terbanyak. Tak tanggung-tanggung, dia melakukan vaksinasi COVID-19 sampai 217 kali!
Tidak jelas mengapa pria tersebut menginginkan begitu banyak vaksinasi atau bagaimana dia mendapatkannya. Namun setelah membaca laporan berita mengenai kisah pria tersebut, para ilmuwan di Friedrich-Alexander-Universität Erlangen-Nürnberg (FAU) menjadi tertarik dan ingin mempelajari bagaimana vaksinasi memengaruhi sistem kekebalan tubuhnya.
Dalam penelitian yang dipublikasikan di jurnal The Lancet Infectious Disease, pria tersebut diketahui tidak mengalami efek samping apapun dari kegiatan ekstremmnya itu. Riwayat vaksinasi ini memberikan peluang bagi ilmuwan untuk melihat apakah vaksinasi berlebihan berdampak positif atau negatif terhadap respons imun tubuh.
"Masih belum jelas arah tujuan dari 200 vaksinasi ini," kata Dr. Kilian Schober, penulis utama studi dan pemimpin kelompok di Institut Mikrobiologi Klinis, Imunologi, dan Kebersihan di Erlangen di FAU.
Schober dan timnya membandingkan respons imun pria tersebut, diukur dari tingkat antibodi dalam darahnya, garis pertahanan pertama melawan virus, dan tingkat sel T dengan kelompok kontrol yang terdiri dari 29 orang yang telah menerima tiga suntikan COVID-19.
Berdasarkan cara kerja sistem kekebalan tubuh, Schober dan timnya berpikir bahwa respons imun pria tersebut mungkin serupa dengan orang yang mengidap infeksi kronis, seperti HIV atau hepatitis B. Dalam kondisi tersebut, sel-sel kekebalan tubuh menjadi kewalahan dan mulai melakukan respons yang lebih lemah.
Namun bukan itu yang mereka temukan. Tingkat antibodi pria yang divaksinasi COVID-19 sebanyak 217 kali ini kuat. Tingginya kadar tersebut membuktikan bahwa respon imunnya baik.
Berdasarkan hasil tes COVID-19 yang berulang kali menunjukkan negatif, pria tersebut kemungkinan besar tidak pernah terinfeksi SARS-CoV- 2. Namun Schober memperingatkan agar tidak berasumsi bahwa status hiper-vaksinasinya bertanggung jawab untuk melindunginya.
Para peneliti juga mengatakan mereka tidak mendukung hipervaksinasi sebagai strategi untuk meningkatkan kekebalan.
"Manfaatnya tidak jauh lebih besar jika Anda mendapatkan vaksinasi tiga kali atau 200 kali," kata Schober.
Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Ilmuwan Dibikin Bingung saat Pria di Jerman Nekat Vaksin COVID-19 sampai 217 Kali"