Hagia Sophia

22 December 2022

Nol Kematian Baru Akibat COVID-19 di China, Tapi Antrean Panjang di Krematorium

Ilustrasi COVID-19 di China. (Foto: AP/Ng Han Guan)

Lusinan mobil jenazah mengantre di luar krematorium Beijing, China, saat pemerintah mencatat nihil kasus baru kematian COVID-19. Negara dengan penduduk 1,4 miliar itu 'dihantam' keras amukan COVID-19 usai melonggarkan aturan zero Corona di tengah imunitas menurun.

Berseliweran video di lini masa yang menunjukkan betapa mengkhawatirkannya situasi COVID-19 China. Pasien berada di lorong RS hingga nakes ikut bertumbangan. Perubahan kebijakan itu membawa sistem kesehatan China di ambang 'kolaps'.

Rumah sakit berebut tempat tidur, stok obat-obatan 'ludes', dan pihak berwenang China kini berlomba untuk membangun klinik khusus. Para ahli sekarang memperkirakan China bisa menghadapi lebih dari satu juta kematian akibat COVID-19 tahun depan.

Tepat di krematorium distrikTongzhou Beijing Rabu kemarin, Reuters melaporkan antrean sekitar 40 mobil jenazah menunggu untuk masuk, sementara tempat parkir disebut sudah penuh.

Di dalam, keluarga dan teman-teman, banyak yang mengenakan pakaian putih dan ikat kepala seperti tradisi, tengah berkumpul. Ada sekitar 20 jasad di peti mati menunggu dikremasi. Staf mengenakan jas hazmat. Asap naik dari lima menjadi 15 tungku.

Ada banyak polisi di luar krematorium. Belum bisa diverifikasi apakah kematian seluruhnya terkait COVID-19, di balik sikap pemerintah yang dinilai tertutup.

Lonjakan Kematian

Jumlah kematian mungkin meningkat tajam dalam waktu dekat, demikian prediksi ahli paru China terkemuka. Ia meyakini lonjakan kasus parah di Beijing bakal bertahan selama beberapa minggu mendatang.

"Kita harus bertindak cepat dan menyiapkan klinik demam, darurat, dan sumber daya pengobatan yang parah," kata Wang Guangfa, ahli paru dari Rumah Sakit Pertama Universitas Peking, kepada surat kabar itu.

Wang memperkirakan gelombang COVID-19 akan memuncak pada akhir Januari, dengan kemungkinan kehidupan akan kembali normal pada akhir Februari atau awal Maret.

Beberapa ilmuwan terkemuka dan penasihat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan jika gelombang berpotensi dahsyat yang akan datang di China menandakan terlalu dini untuk mengumumkan akhir fase darurat pandemi COVID-19 global.

Komisi Kesehatan Nasional China beralasan jika pemerintah hanya mencatat kasus kematian karena COVID-19 bagi mereka yang mengalami gagal napas atau pneumonia. Di luar itu, mereka tidak memasukkannya dalam akumulatif meninggal COVID-19.

Benjamin Mazer, asisten profesor patologi di Universitas Johns Hopkins, mengatakan bahwa klasifikasi semacam itu bakal melewatkan banyak kasus.

Pasalnya, gumpalan darah, masalah jantung, dan sepsis hingga respons tubuh yang ekstrem terhadap infeksi telah menyebabkan kematian yang tak terhitung jumlahnya di antara pasien COVID-19 dunia.

"Tidak masuk akal untuk menerapkan pola pikir Maret 2020 semacam ini di mana hanya pneumonia Covid yang dapat membunuh Anda, padahal kita tahu bahwa di era pasca-vaksin, ada berbagai macam komplikasi medis," kata Mazer.
























Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Antrean Panjang Krematorium China saat Pemerintah Catat Nol Kematian Baru COVID"