Foto: Getty Images/iStockphoto/Andrei Vasilev |
Hasil survei skrining kesehatan jiwa peserta program pendidikan dokter spesialis (PPDS) RS vertikal per Maret 2024 yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan RI menunjukkan banyak calon dokter spesialis mengalami masalah kesehatan mental. Bahkan 3,3 persen dokter PPDS yang menjalani skrining teridentifikasi ingin bunuh diri atau melukai diri sendiri.
Angka tersebut didapatkan dari analisis kesehatan jiwa calon dokter spesialis di 28 RS vertikal pendidikan bagi 12.121 PPDS. Survei dilakukan Kementerian Kesehatan RI di 21, 22, dan 24 Maret 2024.
Jika dirinci lebih lanjut, ada 2.716 PPDS yang mengalami gejala depresi, 1.977 di antaranya mengalami depresi ringan, 486 depresi sedang, 178 orang mengeluh depresi sedang sampai berat, dan 75 orang mengalami depresi berat.
"Dalam 2 minggu terakhir, 3,3 persen PPDS merasa lebih baik mati atau ingin melukai diri sendiri dengan cara apapun, 322 (2,7 persen) merasakan hal ini beberapa hari, 52 (0,4 persen) merasakan ini lebih dari separuh waktu, dan 25 (0,2 persen) merasakan ini hampir setiap hari," demikian konfirmasi Direktur Jenderal Pelayanan Kementerian Kesehatan RI Azhar Jaya saat dihubungi detikcom Selasa (16/4/2024).
Terkait hal ini, Wakil Ketua/President Elect Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa Indonesia (PDSKJI), dr Agung Frijanto, SpKJ, MH buka suara. Ia menjelaskan bahwa pemeriksaan kesehatan jiwa terhadap pekerjaan tertentu, termasuk PPDS sudah dilakukan. Sebab menurutnya, pemeriksaan ini dilakukan demi menjaga mutu dan marwah untuk menjaga patient safety calon dokter spesialis.
"Dari pre, pendidikan, dan menjelang juga sesudah, ini sudah dilakukan," ucapnya dalam konferensi pers, Jumat (19/4/2024).
Ia mengatakan, hasil skrining tersebut bukanlah sebuah diagnosis, sehingga diperlukan pemeriksaan lebih lanjut untuk mengonfirmasi penyebab dan sebagainya.
"Skrining ini bukan diagnosis. jadi beda gejala atau symptom atau disorder ini sangat berbeda," katanya.
Agung menjelaskan tahapan pemeriksaan lebih lanjut dapat dilakukan dengan wawancara bersama dokter kejiwaan atau psikiater.
"Kemudian sebagai sebuah bagian dari etika penelitian harus berbasis metodologi penelitian, jadi betul-betul pada tahapan untuk di publish," katanya.
"Jadi itu tahapan-tahapan yang dilakukan untuk menjaga mutu dari mahasiswa khususnya residen dokter spesialis karena mereka sudah melakukan pelayanan sehingga tetap mengikuti patient safety," imbuhnya lagi.
Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Heboh Banyak Calon Dokter Spesialis Alami Depresi, PDSKJI Buka Suara"