Pakar Griffith University Dicky Budiman memberikan peringatan soal PPKM dicabut. (Foto: Rifkianto Nugroho) |
Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi mencabut PPKM pada Jumat (30/12/2022). Meski demikian, keputusan ini menuai pro kontra di kalangan ahli.
Epidemiolog Griffith University, dr Dicky Budiman, MSc, PH, menganggap pencabutan PPKM ini didasari oleh alasan politis dan ekonomis. Hal ini dikarenakan masih banyak hal yang perlu dibenahi oleh pemerintah seperti cakupan vaksin.
"Situasi kan masih pandemi di tengah masih minimnya cakupan vaksinasi booster, bahkan kalau bicara kelompok rawan seperti lansia. Booster kedua itu di 1 persenan loh booster pertama 30 persenan," kata Dicky saat dihubungi detikcom, Jumat (30/12/2022).
"Ditambah lagi anak-anak yang belum divaksin di bawah 5 tahun. Cakupan vaksin primer 6-12 tahun yang juga belum mencapai target," tuturnya.
Meski COVID-19 mengalami penurunan, menurut Dicky data tersebut merupakan data kuantitatif. Sebab, indikator-indikator seperti testing dan surveillance genomic juga cenderung menurun.
"Di tengah kesadaran banyak pihak yang untuk melakukan test dan melaporkan sudah ah sangat jauh menurun, di tengah surveillance genomic juga menurun. Bahkan dikatakan WHO 90 persen penurunannya," kata Dicky.
Dicky menuturkan, data kualitatif dan kuantitatif sama pentingnya. Sehingga, begitu ada data penurunan yang menggembirakan harus ditunjang dengan data kualitatifnya.
"Misalnya 'ah rumah sakit menurun'. Tetapi data kualitatif kita, ditunjukkan dengan data kuantitatif itu menunjukkan bahwa masyarakat kita itu perilakunya kalau sakit nggak ke rumah sakit," ujar Dicky.
"Kalau hanya melihat kasus rumah sakit tidak bisa kalau konteksnya di Indonesia, beda di negara maju," lanjut Dicky.
Dicky mengibaratkan PPKM sebagai pertahanan perang. Sementara, libur Nataru merupakan musuhnya.
"Nataru itu adalah potensi adalah serangan. Karena yang bergerak itu kebanyakan belum booster," kata Dicky.
Pencabutan PPKM Perlu Mitigasi
Menurut Dicky, pencabutan PPKM harus dimitigasi. Hal ini dikarenakan PPKM berkiblat pada anjuran Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Public Health Social Measure (PHSM).
"Untuk diingat, PHSM atau PPKM ini komponennya ada beberapa macam. Nah, artinya jika itu dicabut, sedangkan kita masih pandemi, ini udah lihat belum kesiapan di masyarakat atau pemerintah sendiri dalam aspek-aspek dari PHSM atau dari PPKM itu?," tutur Dicky.
Dikutip dari situs WHO, PHSM meliputi hal-hal berikut:
- Masker
- Kegiatan Belajar Mengajar
- Bisnis
- Kerumunan
- Pergerakan Domestik
- Perjalanan Internasional
"PPKM atau PHSM bukan cuma social dan physical distancing," pungkas Dicky.
Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Cakupan Booster Sangat Rendah, Pakar Ingatkan Risiko PPKM Dicabut!"