Hagia Sophia

10 April 2023

WHO: 17,5 Persen dari Populasi Orang Dewasa di Dunia Alami Kemandulan

WHO melaporkan 1 dari 6 orang di dunia mandul. (Foto: Getty Images/diegograndi)

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan sekitar 17,5 persen dari populasi orang dewasa di dunia mengalami kemandulan. Berdasarkan laporan WHO, angka tersebut adalah perkiraan pertama dari prevalensi infertilitas dalam lebih dari satu dekade.

Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan laporan tersebut menggarisbawahi gangguan kesuburan menjadi masalah kesehatan yang besar bagi masyarakat secara global. Itu juga menunjukkan adanya kebutuhan mendesak untuk memperluas akses pencegahan, diagnosis, dan perawatan.

"Laporan itu mengungkapkan kebenaran penting, infertilitas tidak mendiskriminasi," kata Tedros yang dikutip dari The Guardian, Minggu (9/4/2023).

"Sebagian besar orang yang terkena dampak menunjukkan kebutuhan untuk memperluas akses ke perawatan kesuburan dan memastikan masalah ini tidak lagi dikesampingkan dalam penelitian dan kebijakan kesehatan, sehingga cara yang aman, efektif dan terjangkau untuk menjadi orang tua tersedia bagi mereka yang memerlukannya," tuturnya.

Sejauh ini, WHO tidak memiliki cukup bukti untuk mengetahui apakah prevalensi masalah ini meningkat atau tidak. Namun, yang mengejutkan adalah perkiraan baru berdasarkan lebih dari 100 penelitian yang dilakukan antara tahun 1990 dan 2021, yang menunjukkan variasi prevalensi yang terbatas antar wilayah.

Angka tersebut juga sebanding untuk negara berpenghasilan tinggi, menengah, dan rendah, yang menunjukkan ketidaksuburan adalah tantangan kesehatan yang serius di setiap komunitas, negara, dan wilayah di dunia. Prevalensi seumur hidup tercatat 17,8 persen di negara berpenghasilan tinggi dan 16,5 persen di negara berpenghasilan rendah dan menengah.

"Bagi jutaan orang di seluruh dunia, jalan menjadi orang tua sulit diakses, bahkan tidak mungkin," ungkap Tedros.

"Secara global, diperkirakan satu dari setiap enam orang dipengaruhi oleh ketidakmampuan untuk memiliki anak di beberapa titik dalam hidup mereka. Ini terlepas dari di mana mereka tinggal dan sumber daya apa yang mereka miliki," bebernya.

Infertilitas merupakan gangguan pada sistem reproduksi pria atau wanita, yang didefinisikan sebagai kegagalan mencapai kehamilan setelah 12 bulan atau lebih melakukan hubungan seksual tanpa kondom secara teratur. Ini dapat menyebabkan tekanan, stigma, dan kesulitan keuangan yang signifikan, mempengaruhi kesejahteraan mental dan psikososial masyarakat.

Menurut Tedros, penyebab kemandulan ini bervariasi dan seringkali rumit yang bisa terjadi pada pria dan wanita. Untuk mengatasinya, maka dibutuhkan perawatan kesuburan.

"Akses ke layanan kesehatan seksual dan reproduksi adalah cara utama bagi masyarakat untuk memiliki kesempatan terbaik untuk memiliki jumlah anak yang mereka inginkan. Namun, di sebagian besar negara, layanan ini tidak memadai," ungkapnya.

Besarnya Biaya Perawatan Kesuburan

Tedros mengungkapkan di sebagian besar negara perawatan kesuburan sebagian besar didanai secara pribadi. Hal ini seringkali membutuhkan biaya yang sangat besar.

Laporan tersebut mengungkapkan orang-orang di negara-negara termiskin menghabiskan sebagian besar pendapatan mereka untuk perawatan kesuburan dibandingkan dengan orang-orang di negara-negara kaya. Biaya yang tinggi membuat orang kesulitan mengakses perawatan infertilitas atau dapat melambungkan mereka ke dalam kemiskinan sebagai akibat dari mencari perawatan.

"Jutaan orang menghadapi bencana biaya perawatan kesehatan setelah mencari pengobatan untuk infertilitas, menjadikan ini masalah ekuitas utama dan, terlalu sering, jebakan kemiskinan medis bagi mereka yang terkena dampaknya," ujar direktur kesehatan dan penelitian seksual dan reproduksi di WHO Dr Pascale Allotey.

"Kebijakan dan pembiayaan publik yang lebih baik dapat secara signifikan meningkatkan akses ke pengobatan dan sebagai akibatnya melindungi rumah tangga yang lebih miskin agar tidak jatuh ke dalam kemiskinan," sambungnya.

Kurangnya Data Gangguan Kesuburan di Dunia

Selain itu, laporan ini juga menyoroti bahwa prevalensi kemandulan global yang tinggi juga disebabkan kurangnya data dari banyak negara dan beberapa wilayah. Ini membutuhkan ketersediaan data nasional yang lebih besar tentang infertilitas yang dipisahkan berdasarkan usia dan penyebab untuk membantu mengukur infertilitas.

Ini juga dilakukan untuk mengetahui siapa saja yang membutuhkan perawatan kesuburan dan bagaimana risiko kemandulan ini bisa dikurangi.

"Harapan saya, agar pemerintah menggunakan laporan ini untuk mengembangkan kebijakan berbasis bukti dan mengadopsi solusi yang terbukti, sebagai bagian dari upaya mereka memperkuat sistem kesehatan untuk membantu orang memenuhi keinginan kesuburan mereka dan menjalani hidup yang lebih sehat," pungkas Tedros.
































Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "WHO Laporkan 1 dari 6 Orang di Dunia Mandul, Apa Sebab?"