Ilustrasi Korea Selatan. (Foto: Simon Shin/Getty Images) |
Korea Selatan menjadi negara termahal di dunia untuk membesarkan anak. Hal ini meningkatkan kekhawatiran tentang penurunan angka kelahiran di negara tersebut di tengah krisis demografi.
Studi terbaru oleh think-tank yang berbasis di Beijing, YuWa Population Research Institute, mengungkapkan bahwa Korea menduduki peringkat tertinggi di dunia dalam hal biaya membesarkan anak sejak lahir hingga usia 18 tahun, yaitu 7,79 kali lipat produk domestik bruto di negaranya.
"Tingginya biaya melahirkan anak adalah salah satu faktor terpenting yang mempengaruhi keinginan keluarga usia subur untuk melahirkan anak," tulis laporan tersebut dikutip dari SCMP, Selasa (2/5/2023).
Negara tertinggi kedua di dunia adalah China, dengan biaya membesarkan anak 6,9 kali PDB per kapita. Di China, dibutuhkan lebih dari USD 75.000 atau Rp 1,1 miliar untuk membesarkan seorang anak sampai usia 18 tahun dan tambahan USD 22.000 atau Rp 322 juta untuk menyekolahkan mereka ke universitas, kata studi tersebut. Angka tersebut jauh lebih dari dua kali lipat biaya di negara-negara seperti Jerman, Australia dan Prancis, di mana masing-masing adalah 3,64, 2,08 dan 2,24 kali PDB per kapita.
Laporan tersebut juga menunjuk pada tingginya biaya membesarkan anak sebagai salah satu faktor terpenting yang mempengaruhi keinginan orang untuk memiliki anak.
Tingkat kelahiran Korea Selatan mencapai rekor terendah baru tahun lalu, dengan rata-rata hanya 0,78 bayi diharapkan per wanita, turun lebih jauh dari rekor sebelumnya 0,81 pada tahun 2021, sementara Presiden Korea Yoon Suk Yeol menyerukan "langkah berani" untuk menyelesaikan masalah tersebut. di bulan Maret.
Sebuah survei domestik yang dilakukan oleh Korea Institute for Health and Social Affairs (KIHASA) pada tahun 2020 menemukan bahwa tingginya biaya pengasuhan anak menjadi salah satu penyebab menurunnya angka kelahiran di Korea.
Lembaga tersebut mensurvei 2.000 orang dewasa Korea dan menemukan bahwa baik responden yang menikah maupun yang belum menikah memilih "ketidakstabilan ekonomi" dan "biaya membesarkan anak yang tinggi" sebagai alasan utama untuk tidak memiliki anak.
Laporan YuWa menyarankan beberapa kebijakan pemerintah untuk mengatasi krisis populasi di tingkat nasional, termasuk subsidi tunai dan pajak, subsidi pembelian rumah, membangun lebih banyak pembibitan, memberikan cuti melahirkan yang setara gender, memperkenalkan pengasuh asing, mempromosikan gaya kerja yang fleksibel, menjamin hak reproduksi wanita lajang, mengizinkan teknologi reproduksi berbantuan dan mereformasi ujian masuk perguruan tinggi dan sistem sekolah.
Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Korsel Jadi Negara Termahal di Dunia untuk Membesarkan Anak"