Foto ilustrasi: Thinkstock |
Banyak orang tidak bisa lepas dari handphone. Misalnya karena keperluan pekerjaan, atau karena sekadar 'berselancar' di linimasa media sosial. Bahkan menjelang tidur malam hari pun, mereka masih bermain handphone.
Tapi, ternyata cahaya yang terpancar dari ponsel bisa mengacaukan jam internal tubuh. Akibatnya bisa mempengaruhi suasana hati, waktu tidur, kewaspadaan, hingga nafsu makan.
Tak hanya mengacaukan jam internal tubuh, sebuah penelitian juga mengungkapkan bahwa cahaya dari ponsel itu bisa membuat berat badan bertambah. Memang seperti apa hubungannya?
"Siklus tidur-bangun, kewaspadaan, suasana hati, tingkat aktivitas, suhu inti tubuh, dan nafsu makan kita berfluktuasi sepanjang hari, di bawah kendali apa yang disebut 'jam utama' di otak," jelas Becky Conway-Campbell, seorang peneliti di Bristol Medical School di Universitas Bristol di Inggris yang dikutip dari Newsweek.
"Jam lain di seluruh tubuh disebut osilator perifer, yang disinkronisasikan oleh sinyal saraf dan hormonal. Salah satu sinyal sinkronisasi hormonal yang lebih kuat adalah melalui lonjakan besar kortisol atau 'hormon stres' yang dilepaskan dari kelenjar adrenal pada pagi hari setiap hari," lanjut dia.
Conway-Campbell mengatakan lonjakan kortisol harian itu bisa dimodifikasi oleh paparan cahaya buatan atau perubahan paparan cahaya harian, yang biasa terjadi saat bepergian ke zona waktu berbeda.
Kondisi itulah yang mengakibatkan apa yang disebut sebagai ketidakselarasan sirkadian.
"Ketidakselarasan sirkadian disebabkan oleh jam internal tubuh kita yang tidak sinkron dengan isyarat eksternal terang-gelap," kata Conway-Campbell.
"Sebagai masyarakat, kita sekarang diganggu oleh gangguan sirkadian, polusi cahaya global yang dapat dideteksi oleh satelit, dan penggunaan perangkat pemancar cahaya biru pada larut malam," sambungnya.
Ketidakselarasan sirkadian ini juga mengganggu siklus hormonal yang mengatur tubuh kita. Sehingga bisa menyebabkan berbagai efek samping yang merugikan.
Menurut Conway-Campbell, efek samping atau gejala yang muncul seperti:
- Kabut otak
- Lesu
- Menggigil di siang hari
- Kepanasan di tengah malam
- Kurang nafsu makan di pagi hari
- Konsumsi makanan berlebihan di kemudian hari
Untuk menyelidiki dampak gangguan hormonal pada perilaku makan, Conway-Campbell dan timnya memberikan hormon mirip kortisol pada sekelompok tidur. Hormon yang diberikan adalah hormon yang sinkron atau tidak sinkron dengan siklus terang-gelap.
Hasilnya, tikus yang disuntikan hormon selaras dengan siklus terang-gelap memiliki jumlah asupan makannya seharian 88,4 persen selama fase aktif. Pada fase tidak aktif, asupan makanannya hanya 11,6 persen.
Sementara itu, kelompok tikus lainnya yang hormon-hormonnya disuntikkan secara tidak sinkron memakan 53,8 persen kalori harian mereka selama fase tidak aktif, tanpa peningkatan aktivitas selama waktu tersebut.
Meski penelitian yang dipublikasikan di jurnal Nature Communications Biology pada 29 September dilakukan pada hewan pengerat, tapi hasilnya cukup meyakinkan.
Para peneliti mengatakan hasil ini menunjukkan bahwa gangguan pada siklus sirkadian manusia dapat mendorong keinginan untuk makan larut malam. Hal itu bisa menyebabkan gangguan metabolisme dan penambahan berat badan, meskipun total konsumsi kalori tetap sama.
Selain siklus sirkadian yang tidak selaras, kadar kortisol juga dapat dipengaruhi oleh stres. Itu juga dikaitkan dengan penambahan berat badan dan pola makan yang tidak biasa.
Namun, penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk memahami dampak gangguan hormonal ini pada manusia. Ini juga ditujukan untuk mencari apa yang dapat dilakukan untuk mengurangi dampak negatifnya.
"Jenis penelitian ini pada akhirnya akan memberikan informasi yang akan digunakan untuk strategi intervensi pengobatan gangguan metabolisme terkait obesitas yang menargetkan penyebab daripada dampaknya," pungkas Conway-Campbell.
Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Sengaja Nunggu Ketiduran Sambil Scroll Medsos? Hati-hati BB Naik"