Situasi di Gaza. (Foto: (AP Photo/Fatima Shbair) |
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebut lebih banyak bantuan yang dibutuhkan Gaza utara, di tengah banyak warga termasuk pasien di RS kelaparan. Seluruh fasilitas medis di sana juga nyaris tidak berfungsi imbas krisis bahan bakar.
Warga bak putus asa menunggu keajaiban.
"Badan kesehatan PBB dan mitranya mengirimkan bantuan, termasuk bahan bakar, ke rumah sakit Al-Shifa yang hancur, yang pernah menjadi fasilitas medis terbesar dan tercanggih di Gaza," kata Dirjen WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus pada Minggu (24/12/2023) di laman X, sebelumnya Twitter.
"Apa yang disaksikan oleh para peserta di misi pengiriman bantuan 23 Desember adalah meningkatnya keputusasaan akibat kelaparan akut," lanjut Tedros.
WHO mendesak gencatan senjata lantaran kondisi di Gaza sudah semakin memprihatinkan, tidak ada lagi pasokan makanan dan air untuk menjamin kesehatan dan stabilitas penduduk.
Serangan Israel ke Gaza menewaskan lebih dari 20.400 orang, sebagian besar perempuan dan anak-anak menurut catatan Kementerian Kesehatan Gaza.
Di Al-Shifa, Tedros memperingatkan bahwa permusuhan yang tiada henti dan sejumlah besar orang terluka telah membuat kapasitas RS di ambang kolaps.
Satu-satunya secercah harapan menurut Tedros adalah pengiriman 19.200 liter bahan bakar generator pada hari Sabtu yang sebetulnya akan membantu menghidupkan kembali layanan penting di rumah sakit, tetapi terkendala, dan dibutuhkan lebih banyak.
Fasilitas tersebut, yang mengalami kerusakan parah dan banyak alat oksigen hancur, juga menyediakan perlindungan bagi sekitar 50.000 pengungsi, menurut otoritas rumah sakit.
Sean Casey, koordinator Tim Medis Darurat WHO yang ikut dalam misi tersebut, menggambarkan bangsal operasi yang penuh sesak dan ketidakmampuan untuk mengevaluasi ruang operasi di RS al-Shifa, karena ada orang di dalam dan mereka tidak membuka pintu.
"Pada saat yang sama, setiap orang yang kami ajak bicara kelaparan," kata Casey dalam sebuah video yang diambil di dalam Al-Shifa, dengan kerumunan pengungsi, kebanyakan anak-anak, berseliweran di latar belakang.
"Di tengah kekurangan pangan yang parah, pencarian makanan memaksa orang-orang mengalami kelaparan yang parah dan menyebabkan beberapa orang - karena putus asa - mengambil pasokan dari truk pengiriman," kata Tedros.
"Saya hanya bisa membayangkan siksaan yang akan membuat orang berbuat sejauh itu."
Dirjen WHO memperingatkan bahwa situasi mengerikan di Al-Shifa adalah mikrokosmos dari mimpi buruk yang terjadi di Gaza, alias kekurangan obat-obatan, makanan, listrik, air, dan yang paling penting keselamatan membahayakan penduduk.
Misi bersama pada hari Sabtu juga ditujukan ke Patient Friends Hospital yang dikelola LSM, yang menyediakan perawatan bersalin, trauma dan darurat, tetapi kekurangan ahli bedah khusus, staf perawatan intensif, antibiotik dan obat-obatan bantuan dasar.
Tim juga mengunjungi rumah sakit bersalin Al-Sahaba dan Al-Helou, yang bersama-sama membantu 35 persalinan setiap hari, saat mereka juga menghadapi kekurangan bahan bakar, makanan, air, oksigen, antibiotik, dan anestesi.
"Rumah sakit seharusnya menjadi tempat perawatan dan pemulihan, bukan tempat bahaya dan penderitaan yang tiada henti," kata Tedros, sembari mengulangi desakan gencatan senjata.
Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Putus Asa Warga Gaza Hadapi Kelaparan Akut, Termasuk Pasien di RS"