Hagia Sophia

18 December 2023

Setelah Pisah 2 Bulan, Ibu Ini Akhirnya Ketemu dengan Anaknya yang Lahir Prematur di Gaza

Bayi prematur di Gaza. (Foto: REUTERS/AMR ABDALLAH DALSH)

Krisis kesehatan dan manusia kini masih terus melanda Jalur Gaza. Palestina. Banyak rumah sakit di Gaza menjadi sasaran pasukan Israel sehingga banyak pasien terpaksa harus dievakuasi. Salah satu yang terkena dampak dari kejadian tersebut adalah bayi prematur yang dirawat.

Noor Reyhan (20) seorang warga Gaza menceritakan bagaimana pengalamannya baru bisa bertemu untuk pertama kali dengan bayi yang dilahirkan setelah dua bulan. Noor melahirkan delapan bulan setelah mengandung putranya, Ayman pada 6 Oktober di RS Al-Shifa Gaza.

"Karena ia prematur, saya tidak sempat menemuinya. Dokter segera membawanya untuk dimasukkan inkubator. Aku hanya punya fotonya," cerita Noor dikutip dari Al Jazeera, Sabtu (16/12/2023).

Keesokan harinya kekacauan terjadi. Pasukan Israel melakukan pengeboman di Gaza utara beberapa jam setelah Hamas melakukan serangan ke pos-pos militer Israel.

Mendengar bahwa daerah mereka akan menjadi sasaran, Noor bersama suaminya Huthaifa Marouf (24) memilih untuk pergi meninggalkan rumah dan berlindung di sebuah kamp pengungsi Nuseirat.

"Rumah kami hancur pada minggu pertama setelah Israel menargetkan rumah kami. Semuanya sudah hilang semuanya," ucap Noor.

Noor awalnya berencana membawa bayi mereka, namun ia dan suami diberitahu bahwa hal tersebut membahayakan bayi putra mereka. Selain itu, keluarga dan dokter mengatakan saat itu bahwa dalam aturan perang rumah sakit menjadi tempat paling aman.

Namun pada minggu kedua bulan November RS Al-Shifa justru menjadi sasaran pasukan Israel. Mereka meneror ribuan keluarga yang mengungsi dan mencari perlindungan di sana.

Noor mengalami lonjakan psikologis dan emosional ketika akhirnya harus meninggalkan Gaza utara. Mereka sudah kehilangan rumah dan bahkan tidak tahu apakah Ayman masih hidup atau tidak.

"Depresi pasca persalinan saya berada di puncaknya, kesehatan mental saya menurun drastis, dan saya takut dengan perang, takut keluarga terbunuh, takut tidak bisa melihat atau memegang anak saya," katanya.

Noor menangis tak berhenti ketika mulai mendengar kabar bayi prematur yang dirawat meninggal dunia.

Namun, pada November harapannya muncul ketika 31 dari 39 bayi prematur tengah dipindahkan ke Rafah, Mesir di RS Emirat. Huthaifa lantas melakukan perjalanan ke Rafah bersama konvoi ambulans.

Sesampainya di sana, Huthaifa bersama ayah mertuanya akhirnya berhasil menemui Ayman.

"Ia sangat kurus. Terlihat hanya seperti kulit dan tulang. Saya memberitahu Noor melalui telepon bahwa ia masih hidup dan sehat. Namun ia nampak terlihat seperti sedang kelaparan," kata Huthaifa.

Dokter yang melakukan penanganan pada bayi prematur mengatakan bahwa mayoritas bayi mengalami kekurangan gizi. Bayi-bayi tersebut mengalami gangguan usus, muntah, diare, serta detak jantung yang cepat karena paparan kuman dan infeksi.

Pada Desember, Noor akhirnya berkesempatan pergi ke Mesir dengan ambulans untuk bertemu dengan putranya pertama kali di RS El Arish Mesir. Setelah menantikan momen tersebut, Noor akhirnya bisa menggendong Ayman.

"Saya sangat takut sehingga saya tidak dapat melihat anak saya karena genosida. Saya berharap perang segera berakhir dan kita bisa kembali ke Gaza," pungkasnya.




























Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Kisah Haru Pertemuan Ibu dari Bayi Prematur di Gaza usai Terpisah 2 Bulan"