Ilustrasi menikah. (Foto: Getty Images/iStockphoto/rudi_suardi) |
Data Badan Pusat Statistik 2024 menunjukkan dalam 10 tahun terakhir terjadi penurunan angka perkawinan menurut laporan sistem informasi manajemen nikah (SIMKAH) yang diverifikasi oleh Kementerian Agama RI. Meski laporan tersebut tidak termasuk menginput data pernikahan agama non-muslim, penurunan tren pernikahan terpantau cukup signifikan.
Dalam nyaris satu dekade menurun hingga 28 persen atau berkurang lebih dari 600 ribu. Tidak hanya itu, angka kesuburan atau total fertility rate (TFR) juga menurun dari rata-rata di 2,4 sampai 2,7, kini sudah berada di ambang batas ideal mempertahankan populasi yakni 2,1. Bila tren penurunan terus berlanjut, Kepala BKKBN Hasto Wardoyo menilai hal ini akan memicu minus growth atau laju pertumbuhan penduduk melambat.
Sejumlah data tersebut menyiratkan pertanyaan kapan menikah yang mungkin semakin relevan dilontarkan. Terlebih jelang Lebaran, pertanyaan kapan menikah nyaris selalu menjadi bahasan di tengah silaturahmi Lebaran.
Apa kata orang-orang yang menunda menikah?
Khaira Junaedi, pegawai swasta di Jakarta yang dua tahun lagi menginjak usia 30 tahun, mengaku menunda menikah lantaran belum siap dalam sisi finansial juga mental. Meski begitu, pilihan yang diambil tidak lepas dari kekhawatiran usia biologis memiliki anak.
Seperti yang diutarakan BKKBN, idealnya wanita memiliki anak berada di rentang 35 tahun, demi meminimalisir risiko kehamilan termasuk potensi anak terlahir stunting.
"Di usia saya yang tak lama lagi 30 tahun, ada sedikit kekhawatiran, terutama terkait anak, karena saya bercita-cita menjadi Ibu," terangnya saat dihubungi detikcom baru-baru ini.
Meski begitu, Khaira mengaku tak ambil pusing dengan lontaran pertanyaan kapan menikah di setiap momen Lebaran. Data BPS yang menunjukkan angka perkawinan menurun justru menurutnya menjadi bekal jawaban kepada keluarga agar memperlihatkan pilihannya menunda menikah juga dipilih oleh banyak orang.
"Saya ingin mereka lihat pernikahan bukan hal yang mudah, terutama di era generasi sekarang yang mentok kebanyakan berada di kelas menengah," sorot dia.
Persoalan pilihan belum menikah juga dirasakan Irania Dhamayanti, di usianya yang kini menginjak 26 tahun, dirinya mengaku tidak ingin terburu-buru memantapkan pilihan komitmen seumur hidup dengan seseorang.
Bukan perkara kesiapan finansial dan mental saja, tetapi banyaknya kasus kekerasan dalam rumah tangga hingga perselingkuhan, menjadi kekhawatiran wanita asal Bogor tersebut.
"Tantangan menikah di generasi sekarang selain mental dan finansial menurutku faktor utamanya adalah kekhawatiran akan masa depan yang belum pernah terjadi," beber dia.
"Rasa takut pasangan yang tidak setia, bahkan menikah bisa dibilang bukan satu-satunya pembuktian bahwa pasangan itu benar-benar serius dengan kita," tandasnya.
Psikolog dari Ohana Space, Veronica Adesla, menjelaskan ada beberapa alternatif cara bersikap saat menghadapi pertanyaan sensitif seperti ini. Jika memang tidak bisa atau tidak ingin menghindar, maka bisa disikapi dengan candaan.
"Sebenernya inikan respon kita normalnya flight atau fight. Kalau flight itu kan yaudah pergi aja menjauh menghindar dari masalahnya. Atau fight, kalau fight berarti ada di situ dan gimana caranya dealing atau berhadapan dengan situasi itu," jelas Vero, sapaannya, dalam perbincangan dengan detikcom.
Pilihan untuk menghindar bisa diambil ketika memang memungkinkan, dan memang merasa tidak nyaman dengan topik tersebut. Salah satunya dengan mengalihkan topik pembicaraan.
"Alihkan ke pembicaraan lain, boleh. Misalnya, nah kalo Om Tante gimana Om, usahanya oke nggak, gimana nih kerjaan dan segala macem," jelas Vero.
Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Pengakuan Mereka yang Nunda Kawin di Tengah Angka Kesuburan-Pernikahan Terus Merosot"