Ilustrasi dokter di Korea Selatan (Foto: DW (SoftNews)) |
Korea Selatan mengalami kekurangan jumlah dokter yang berbuntut pada kematian pasien. Menurut laporan Profesor Cheong Yooseok dari Universitas Dankook mengatakan lebih dari 3 ribu pasien meninggal sejak 2017 akibat penolakan rumah sakit. Penolakan tersebut terjadi imbas kekurangan dokter.
Pusat-pusat kesehatan terkemuka di Seoul, Korea Selatan, bahkan sampai kewalahan menangani pasien lantaran di wilayah lain mengalami kekurangan dokter.
Situasi ini lantas diperburuk oleh keadaan pemogokan nasional selama enam minggu dan terus berlanjut oleh hampir 13 ribu penduduk dan pekerja magang yang protes karena rencana untuk meningkatkan pendaftaran sekolah kedokteran.
Jung Seung-pyo, pasien kanker esofagus, sampai harus terbang dari kampung halamannya di Pulau Jeju ke Seoul untuk operasi pada Juni 2023.
"Tidak ada dokter sama sekali di pulau ini yang dapat mengobati kanker kerongkongan. Semuanya sangat terkonsentrasi di Seoul," ujar Jung seperti dikutip dari The Strait Times.
Korea Selatan memang memiliki dokter per kapita paling sedikit di antara semua negara maju dan belum meningkatkan jumlah mahasiswa kedokteran selama lebih dari dua dekade, kata Gaetan Lafortune, ekonom senior di Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan.
"Faktor demografi seperti populasi yang menua dengan cepat akan memperburuk kelangkaan," katanya.
Lebih lanjut, masalah krisis dokter yang terjadi bahkan sampai menjadi isu di Pemilu Korea Selatan 2024. Presiden Yoon Suk-yeol berjanji mengatasi krisis dengan meningkatkan jumlah dokter.
Banyak pihak menganggap usulan ini sebagai "langkah populis" jelang Pemilu Majelis Nasional yang beranggotakan 300 orang. Saat ini Partai Kekuatan Rakyat (People Power Party) yang konservatif memang berkuasa, tapi Yoon berupaya merebut puluhan kursi yang dipegang saingannya, Partai Demokrat (Democratic Party) untuk mengambil kendali badan legislatif nasional.
Sementara itu, para dokter menentang usulan pemerintah dengan meningkatkan jumlah pendaftaran sekolah kedokteran sebanyak 2.000 kursi dari saat ini 3.058 per tahun. Mereka menilai rencana itu tidak mengatasi akar permasalahan.
Adapun akar masalah krisis dokter selama ini adalah kesenjangan gaji. Gaji dokter di beberapa bidang penting jauh lebih rendah ketimbang gaji dokter spesialis dari luar, terutama mereka yang menjalankan prosedur kosmetik dan estetika.
"Banyak dokter muda yang menyerah menjadi mahasiswa kedokteran dan bekerja di industri kecantikan," kata Prof Cheong.
Bedah kosmetik semakin berkembang begitu pula dengan pariwisata medis di Korea Selatan. Lebih dari 8 juta pasien asing datang antara 2009-2022. Mereka ingin mengakses operasi plastik, botox dengan harga terjangkau, pengencangan kulit, dan laser.
Bidang-bidang penting malah mengalami krisis. Paling parah bidang pediatrik di mana hanya 53 orang yang mendaftar dari 205 slot pediatrik di 2024 dan hanya delapan penduduk yang berada di luar Seoul dan sekitarnya, menurut kementerian kesehatan.
Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Korea Selatan Hadapi Kekurangan Dokter, Picu Ribuan Pasien Meninggal Dunia"