Foto: REUTERS/Kim Soo-Hyeon |
Seorang wanita lanjut usia di Korea Selatan meninggal dunia setelah menunggu selama lima jam untuk bisa melakukan operasi jantung. Ini terjadi di tengah aksi mogok dokter yang melumpuhkan layanan kesehatan di negara tersebut.
Wanita itu dilaporkan mengalami nyeri dada dan sudah mencari bantuan medis darurat sejak bulan lalu. Namun, enam rumah sakit yang ada di provinsi Gyeongsang Selatan menolak untuk merawatnya.
Sampai akhirnya sebuah rumah sakit di Busan menerimanya. Namun, rumah sakit tersebut tidak memiliki tim medis untuk menjalani operasi yang diperlukan.
Setelah menjalani tes, wanita yang tidak disebutkan namanya itu dipindahkan ke rumah sakit lain. Nahas, ia meninggal dunia saat sudah siap menjalani operasi.
Putri dari pasien tersebut mengungkapkan rasa frustrasinya atas keterlambatan ibunya untuk bisa dirawat di rumah sakit.
"Saya sangat kecewa dan sedih memikirkan ibu saya, yang mungkin bisa diselamatkan jika dia dirawat di rumah sakit universitas umum," kata wanita itu.
"Sangat disayangkan bahwa kemungkinan kesempatan hidupnya hilang karena kekosongan tim medis, meskipun saya tidak bisa memastikan apakah dia akan selamat jika segera dioperasi," sambungnya.
Pada Februari lalu, ribuan dokter junior dan dokter magang mengundurkan diri. Ini dilakukan sebagai respons soal rencana pemerintah untuk meningkatkan penerimaan mahasiswa kedokteran, hingga menyebabkan sistem layanan kesehatan berantakan.
Korea Selatan merupakan salah satu negara dengan rasio dokter-pasien terendah di antara negara-negara besar. Dan baru-baru ini, pemerintah mengusulkan untuk menambah 2.000 slot ke kuota tahunan saat ini yaitu 3.000 mahasiswa kedokteran.
Rencana tersebut segera dikritik oleh para dokter, yang turun ke jalan untuk memprotes dengan tanda bertuliskan 'layanan kesehatan berakhir'. Para dokter yang mogok berargumentasi bahwa perluasan ini tidak akan mengatasi kekurangan yang sebenarnya terjadi pada beberapa spesialisasi tertentu, karena kondisi dan gaji yang buruk, dan dapat menurunkan kualitas layanan medis.
Pemogokan tersebut telah menyebabkan banyak pembatalan operasi dan perawatan, dan bahkan kematian seorang dokter mata yang terbebani terlalu banyak akibat pemogokan tersebut.
Terkait hal ini, pemerintah telah mengancam akan mencabut izin dokter yang melakukan aksi mogok. Sementara itu, lebih dari 1.000 dokter peserta pelatihan telah mengajukan pengaduan terhadap wakil menteri kesehatan dan menuntut pemecatannya.
Namun, Presiden Korea Selatan Yoon Suk-yeol telah berjanji untuk tidak mundur dari rencananya untuk meningkatkan penerimaan sekolah kedokteran. Sebab ia menuduh para dokter yang mogok berperilaku seperti 'kartel'.
"Angka 2.000 bukanlah angka acak yang kami dapatkan. Kami telah meninjau secara menyeluruh statistik dan penelitian yang relevan serta meninjau situasi medis saat ini dan masa depan," bebernya.
Dia menambahkan bahwa reformasi yang dilakukan pemerintah bertujuan untuk menciptakan lingkungan medis, di mana semua orang dapat menerima perawatan dengan pikiran yang tenang.
Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Buntut Dokter Mogok Kerja, Wanita di Korsel Meninggal Tak Sempat Operasi Jantung"