Imunisasi anak. (Foto: Pradita Utama) |
Setiap anak memiliki hak untuk mendapatkan imunisasi yang lengkap. Pemenuhan imunisasi ini sangat penting bagi masa depan anak agar mereka mendapat kekebalan dari penyakit yang bisa mengancam nyawa mereka.
Hanya saja tidak semua orang tua memiliki pemahaman yang sama mengenai imunisasi anak. Hal ini terbukti dengan lebih dari 1,8 juta anak Indonesia tidak mendapat imunisasi lengkap di periode 2018 sampai 2023.
Belum lagi di media sosial masih banyak beredar miskonsepsi mengenai imunisasi bagi anak. Beragam alasan membuat orang tua berhenti membawa buah hati imunisasi, mulai dari takut efek samping sampai alasan pribadi.
Selain itu banyaknya informasi yang salah mengenai imunisasi menghalangi upaya pemenuhan hak anak atas kekebalan diri dari penyakit berbahaya secara spesifik melalui imunisasi.
"Mendapatkan vaksinasi ini hak anak loh, dan itu kewajiban orang tua. Jadi vaksinasi yang direkomendasikan ini kita sudah pilih untuk mencegah kematian dan kecacatan bagi anak," kata spesialis anak dari Ikatan Dokter Anak Indonesia dr R.A Setyo, Handryastuti, SpA(K) saat berbincang dengan detikcom.
dr Handry mengatakan kurangnya cakupan imunisasi anak juga membuat sejumlah penyakit yang bisa dicegah juga mengalami peningkatan. Dia menyebut terjadi kenaikan kasus meningitis atau radang otak akibat TBC karena menurunnya cakupan vaksinasi anak.
Padahal penyakit mematikan ini bisa dicegah dengan pemberian imunisasi BCG.
"Kalau anak kena radang selaput otak itu orang tuanya hanya bisa menyesal seumur hidup. Jadi vaksin BCG, polio, tetanus, hepatitis, memang vaksin-vaksin yang kita pilih karena kalau itu tidak diberikan, fatalitas dan kecacatannya tinggi," tambah dr Handry.
Demam Pasca Imunisasi Tanda Daya Tahan Tubuh Anak Baik
Ada beberapa alasan orang tua enggan membawa anak imunisasi. Menurut temuan UNICEF dan AC Nielsen pada kuartal kedua tahun 2023, alasan orang tua tidak membawa anak imunisasi adalah khawatir terhadap efek samping vaksin. Kekhawatiran ini didukung oleh 40 persen dari total responden yang menolak memberikan imunisasi pada anak mereka.
Pemberian vaksin pada anak umumnya dibarengi dengan efek samping. Gejala yang paling sering dialami anak setelah imunisasi adalah demam. Namun kondisi ini tak perlu dikhawatirkan oleh orang tua.
"Demam bahkan menunjukkan tanda bahwa daya tahan tubuh anak bagus dalam melawan kuman yang dilemahkan tersebut, jadi anak demam (pasca vaksinasi) itu baik," tutur dr Handry.
Untuk mengejar ketertinggalan capaian imunisasi, Kementerian Kesehatan RI menginisasi program vaksinasi kejar dengan suntikan ganda. Artinya sekali datang ke fasilitas kesehatan, bayi atau balita bisa mendapatkan dua vaksin dasar sekaligus.
Imunisasi kejar bisa dilakukan dalam dua cara, yakni memberikan imunisasi tanpa harus diulang dari awal atau melakukan program suntikan ganda yang telah terbukti aman dan efektif.
"Imunisasi ganda sudah terjadi di banyak negara dan ini cukup aman. Sebenarnya mereka ini tidak maunya bukan karena sudah punya pengalaman sendiri, tetapi karena dengar dari orang lain," tutur Direktur Pengelolaan Imunisasi Prima Yosephine dalam keterangan tertulis Kemenkes.
Keamanan vaksinasi di program imunisasi anak juga tidak hanya terjadi pada suntikan tunggal, tetapi juga suntikan ganda. Berbagai penelitian juga menunjukkan bahwa tidak ada peningkatan angka kejadian KIPI atau reaksi samping pasca-imunisasi yang signifikan.
Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Peran Orang Tua Penting untuk Penuhi Hak Imunisasi Lengkap Bagi Anak"