Penjelasan Menteri Keuangan RI Sri Mulyani perihal kenaikan harga dan cukai rokok. Foto: Grandyos Zafna |
Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati menjelaskan kenaikan harga rokok bertujuan menekan besarnya konsumsi rokok di Indonesia. Lantas, efektifkah kenaikan harga tersebut membuat warga RI ogah merokok?
Menurutnya, kenaikan harga rokok merupakan kombinasi cukai dengan harga. Diharapkan, harga yang lebih mahal bisa memicu pengurangan konsumsi rokok. Mengingat, pada RPJMN 2020-2024, prevalensi merokok pria dewasa di Indonesia mencapai 71,3 persen. Angka tersebut merupakan yang tertinggi di dunia.
Sedangkan secara dewasa keseluruhan, prevalensi merokok orang dewasa di Indonesia sebesar 37,6 persen, kelima tertinggi di dunia.
"Kalau kita lihat dari kenaikan cukai hasil tembakau selama ini, memang didesain untuk menciptakan harga per bungkus yang dalam hal ini indeks kemahalannya bisa dipertahankan atau bahkan sedikit meningkat. Ini tujuannya supaya affordability atau kemampuan membeli rokoknya memang untuk menurun supaya kemudian konsumsinya menurun," jelasnya dalam rapat bersama Komisi XI DPR RI, Senin (12/12/2022).
Sri memaparkan, peningkatan harga rokok pada 2020 sempat berhasil menekan angka produksi rokok di Indonesia hingga penurunan minus 9,7. Namun kemudian pada 2021, seiring pemulihan ekonomi, produksi rokok kembali meningkat 4 persen. Berlanjut pada 2022, terhitung hingga November, produksi rokok menurun hingga 3 persen.
"Dengan adanya cukai sebagai instrumen fiskal untuk mengendalikan konsumsi memang diharapkan penerapan cukai akan meningkatkan harga yang kemudian bisa mengurangi prevalensi merokok," bebernya.
"Tentunya kita juga tahu bahwa selain faktor harga, ada juga faktor lain seperti iklan, pendidikan, serta akses yang mudah untuk membeli," pungkas Sri.
Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Kata Sri Mulyani soal Harga Naik, Memang Efektif Bikin Warga RI Ogah Merokok?"