Foto: AP/John Locher |
Bumi mengalami salah satu tahun terpanasnya yakni di tahun 2022. Di 2022, suhu panas lautan melonjak dan lapisan es laut di Antartika mencair ke rekor terendah.
Ya, tahun lalu adalah tahun terhangat kelima dalam catatan sejarah. Di tahun 2022, rata-rata suhu permukaan global sekitar 0,8 derajat Celcius lebih hangat dari suhu rata-rata abad ke-20 Analisis ini disampaikan badan antariksa Amerika Serikat NASA.
Sedangkan menurut National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA), tahun 2022 adalah tahun terhangat keenam Bumi. Meskipun peringkat kedua lembaga tersebut sedikit berbeda, kedua analisis menggambarkan kondisi mengkhawatirkan yang sama tentang pemanasan yang terjadi terus-menerus di tengah perubahan iklim Bumi.
"Perbedaan antara kelima dan keenam di peringkat kami adalah seperseratus derajat Celcius. Kami mencoba untuk tidak membuat terlalu banyak peringkat tertentu. Namun kuncinya adalah bagaimana tren jangka panjang, dan tampaknya tren ini sangat konsisten dari catatan satu ke catatan lain," kata Gavin Schmidt, direktur NASA Goddard Institute for Space Studies.
Dikutip dari NBC News, laporan NASA maupun NOOA sama-sama menyimpulkan bahwa sembilan tahun terakhir adalah periode terpanas Bumi sejak pencatatan suhu dimulai pada tahun 1880.
Para ilmuwan setuju bahwa dunia telah menghangat sekitar 1,1 derajat Celcius sejak akhir 1800-an. Karenanya, pada Perjanjian Paris 2015 ditetapkan bahwa manusia harus membatasi pemanasan sebesar 1,5 derajat Celcius untuk mencegah konsekuensi perubahan iklim yang paling dahsyat.
Tren saat ini tampaknya menunjukkan bahwa Bumi mungkin kehabisan waktu mengejar target tersebut. Ada kemungkinan bahwa pada tahun tertentu suhu global rata-rata dekade ini dapat melonjak lebih dari ambang batas 1,5 derajat. Namun tren yang lebih mengkhawatirkan terjadi ketika tingkat pemanasan tersebut bertahan selama beberapa dekade.
Sebuah laporan besar dari Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim PBB memperkirakan bahwa pemanasan global dapat melampaui 1,5 derajat Celcius pada sekitar tahun 2040.
Konsekuensi dari pemanasan global telah dirasakan di seluruh dunia, mulai dari banjir dahsyat tahun lalu di Pakistan hingga gelombang panas yang memecahkan rekor di Eropa dan Asia, serta kekeringan yang terus berlanjut di seluruh dunia. Penelitian telah menunjukkan bahwa pemanasan global akan menyebabkan peristiwa cuaca ekstrem semacam ini makin intesif.
Analisis NOAA juga menjadi alarm terkait 'kesehatan' lautan dunia. Kandungan panas lautan mencapai rekor tertinggi tahun lalu, melampaui rekor yang ditetapkan pada tahun 2021. Para ilmuwan secara rutin memantau panas lautan karena air yang lebih hangat berkontribusi pada pengasaman laut, kenaikan permukaan laut, dan cuaca ekstrem.
Suhu pada tahun 2022 juga terus mempengaruhi lapisan es laut di kutub Bumi. Cakupan es laut tahunan rata-rata Antartika menyusut menjadi 4,1 juta mil persegi, mendekati rekor terendah yang ditetapkan pada tahun 1987. Arktik, sementara itu, mencatat rata-rata cakupan es laut tahunannya pada 4,1 juta mil.
Administrator NASA Bill Nelson menyebut temuan laporan ini sebagai ajakan untuk bertindak. "Iklim kita yang menghangat sudah menunjukkan tanda-tanda: kebakaran hutan semakin intensif, badai semakin kuat, kekeringan mendatangkan malapetaka dan permukaan laut naik," kata Nelson.
Artikel ini telah tayang di inet.detik.com dengan judul "Ngeri, Tahun 2022 Tercatat Sejarah Sebagai Tahun Terpanas"