Vape dilarang di sejumlah negara, termasuk Thailand dan Singapura. (Foto: Dok. Shutterstock) |
Beberapa waktu terakhir penggunaan rokok elektrik atau vape memang begitu populer di kalangan masyarakat. Sebagian orang merasa jika vape bisa digunakan sebagai salah satu alternatif lain selain rokok konvensional.
Tak hanya itu saja, sebagian penggunanya bahkan menganggap jika vape bisa menjadi pilihan rokok yang 'lebih sehat'. Apakah anggapan-anggapan soal vape itu benar?
Menurut dokter spesialis paru RS Persahabatan dan Ketua Pokja Infeksi Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dr Erlina Burhan, 30 hisapan vape sama dengan 1 hisapan pada rokok konvensional.
Dengan begitu, dampak yang dapat ditimbulkan vape sama saja sebenarnya dengan rokok konvensional.
"Memang kadarnya rendah. Tapi pada kenyataannya, ternyata orang terjebak dengan kata-kata kadar nikotin dan zat-zat kimia lainnya lebih rendah. Jadi memang sama-sama menimbulkan kecanduan juga," ucap dr Erlina dalam sebuah konferensi pers beberapa waktu lalu.
dr Erlina menjelaskan jika awalnya vape ini memang diciptakan untuk membantu para perokok berat untuk berhenti merokok. Namun, cara tersebut rupanya gagal hingga justru menjadi sebuah adiksi dan tren baru di tengah masyarakat, khususnya anak muda.
"Ini tidak bisa menggantikan rokok biasa dan bukan modalitas untuk berhenti merokok. Kenapa? Karena rokok elektrik ini awalnya waktu pertama kali diciptakan memang didesain untuk transisi para perokok yang biasa untuk berhenti merokok. Ya sudah pakai vape dulu yang diinhalasi karena kadarnya dibikin rendah. Komponennya juga nggak sebanyak rokok," jelas dr Erlina.
"Didesain seperti itu tapi pada kenyataannya justru banyak gagalnya. Orang malah kecanduan juga dengan cara-caranya bahkan justru lebih sering menghisapnya. Sebagian tidak bisa meninggalkan rokok konvensional malah pakai dua-duanya. Itulah yang dikatakan e-cigar atau vape ini gagal dipakai sebagai alat untuk berhenti merokok," pungkasnya.
Penggunaan vape di Indonesia pada saat ini memang masih dapat dilakukan dengan bebas. Namun, di beberapa negara kini vape menjadi sebuah barang yang ilegal. Bahkan ada hukuman denda fantastis bagi para pelanggarnya.
Beberapa negara tersebut mulai dari Singapura, Thailand, Taiwan, Jepang, hingga Meksiko.
Di Singapura sendiri, vape merupakan sebuah barang ilegal. Jika ketahuan memiliki atau menggunakan vape di Singapura, maka akan dikenakan denda 2.000 dollar Singapura atau setara 22 juta rupiah.
Tak jauh berbeda dengan Singapura, Thailand juga memberlakukan denda untuk siapa saja yang menggunakan rokok elektrik. Bahkan, pelarangannya sendiri sudah dilakukan sejak tahun 2014. Para pengguna vape di Thailand bisa mendapatkan denda hingga 30.000 bath atau sekitar 13 juta rupiah.
Adapun alasan negara-negara melarang penggunaan vape. Dikutip dari BBC, peraturan pelarangan vape yang dilakukan oleh Singapura dilakukan karena masalah kesehatan.
Singapura menilai jika beragam bahan kimia yang digunakan untuk vape memiliki risiko kesehatan yang besar. Tak hanya bagi para penggunanya saja, namun juga orang yang tidak menggunakannya.
Untuk di Thailand, Wakil Perdana Menteri dan Menteri Kesehatan Masyarakat Anutin Charnvirakul menyebutkan jika vape meningkatkan risiko kesehatan yang besar dan meningkatkan munculnya perokok-perokok baru, khususnya di kalangan anak muda. Terlebih vape juga menyediakan berbagai rasa-rasa yang menarik.
Bahaya Rokok Elektrik atau Vape
Berikut ini adalah beberapa dampak vape pada kesehatan yang harus diketahui, yaitu:
- Batuk dan sakit di bagian dada
- Meningkatkan risiko asma dan masalah pernapasan lain
- Merusak hati dan otak
- Meningkatkan risiko penyakit paru-paru serius
- Adiksi pada vape
Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Pantas Saja Dilarang di Negara Tetangga RI, Begini Ancaman Vape ke Kesehatan"