Menkes RI Budi Gunadi Sadikin. (Foto: Kris - Biro Pers Sekretariat Presiden) |
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menekankan persoalan obat di Indonesia relatif mahal bukan karena pajak. Menurutnya, itu terlihat dari perbedaan harga yang bisa mencapai tiga hingga empat kali lipat, dibandingkan negara tetangga.
Lantaran mahal, Menkes menyebut tidak sedikit di antara mereka yang akhirnya memilih jasa titip obat, termasuk paling banyak adalah obat kanker. Yayasan Kanker Anak Indonesia menurut Menkes bahkan sempat mengeluhkan beberapa obat yang tidak tersedia di Tanah Air, hingga harganya jauh berbeda dengan Malaysia.
"Kalau beda pajak, kan bedanya persen dong, 20 persen, 30 persen, kalau di sana seribu di sini 4 ribu? Itu kali kan, bukan persen. Empat kali, tiga kali, itu nggak mungkin persoalan pajak, aku kan perbankan, ngerti, kalau pajak tuh bedanya 30 persen 40 persen, kalau bedanya 400 persen, 500 persen, itu pasti bukan pajak," tegas Menkes dalam Public Hearing RUU Kesehatan Rabu (15/3/2023).
"Bukan pajak, sales and marketing expenses, aku bisa lebih dalem lagi ngejar, cuma kan pada nggak enak nanti orang farmasi nggak enak, dokter nggak enak," lanjut dia,
Budi meyakini persoalan harga obat mahal di Indonesia adalah imbas biaya penjualan dan pemasaran. Hal itu juga disebutnya berkaitan dengan biaya pendidikan dokter saat memperoleh Surat Tanda Registrasi (STR) hingga Surat Izin Praktik (SIP).
Menkes mengutip laporan Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono soal besaran biaya penerbitan STR/SIP berkisar Rp 6 juta per orang. Sementara, setiap tahun rata-rata ada 77 ribu sertifikat penerbitan STR untuk dokter spesialis.
"Aku kan bankir, 77 ribu dikali Rp 6 juta kan Rp 430 miliar setahun. Oh, pantas ribut," kata Menkes.
Lebih lanjut, demi memperoleh STR, seorang peserta didik kedokteran membutuhkan 250 Satuan Kredit Partisipasi (SKP). Ini bisa diperoleh melalui beberapa kegiatan, termasuk salah satunya seminar. Pasalnya, satu kali penyelenggaraan seminar, peserta didik kedokteran 'hanya' mendapat empat SKP dengan biaya sekitar Rp 1 juta per peserta.
"Jadi, kalau ada 250 SKP per tahun, menjadi Rp 62 juta, dikali 140 ribu jumlah dokter, itu kan Rp 1 triliun lebih," jelas Menkes yang menyoroti berapa banyak biaya yang dikeluarkan untuk menjadi seorang dokter.
"Kasihan dokternya, karena mereka harus membayar," katanya lagi. Tapi, kalau dokternya tidak bayar, dia menambahkan, "Nanti dibayari orang lain, dan obat jadi mahal karena sales and marketing expenses jadi naik. Menderita juga rakyatnya."
Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Menkes Beberkan Biang Kerok Obat di RI Mahal Bukan gegara Pajak"