Hagia Sophia

08 April 2023

Kini Pengobatan TBC Resisten Obat Hanya 6 Bulan

Dulu Harus 1-2 Tahun, Pengobatan TBC Resisten Obat Kini Cuma 6 Bulan (Foto: Getty Images/iStockphoto/Liliia Lysenko)

Situasi penyakit tuberkulosis (TB atau TBC) secara global tercatat ada 10 juta 600 kasus TBC setiap tahun dengan angka kematian sebanyak 1,4 juta kasus. Di Indonesia sendiri estimasi kasus tercatat ada sebanyak 969 ribu dengan kematian 144 ribu kasus.

Beban kasus TBC tertinggi pada tahun 2022 jatuh pada sejumlah provinsi di Indonesia, yakni Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Utara, dan DKI jakarta.

Menurut Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular dr Imran Pambudi MPHM, seiring dengan peningkatan penemuan kasus TBC di RI, maka penemuan kasus terkonfirmasi Tuberkulosis Resisten Obat (TB-RO) juga meningkat. Berdasarkan data yang dipaparkan, pada tahun 2022, tercatat ada 12.702 kasus TB RO. Dari total kasus tersebut, sekitar 7.324 pasien yang sudah menjalani pengobatan.

Angka tersebut terbilang sangat sedikit. Menurut dokter spesialis paru di RSUP Persahabatan Dr dr Erlina Burhan, MSc, SpP(K), salah satu alasan angka pasien yang berobat masih sedikit lantaran banyak pasien TB RO yang mungkin tak kuat menjalani pengobatan yang berbulan-bulan.

"Banyak sekali yang kemudian yang menangis, sedih, karena harus menjalani pengobatan yang berbulan-bulan, obatnya banyak, efek sampingnya banyak, nggak kuat, lama banget, nah ini adalah suatu jawaban untuk semua itu," ucapnya dalam webinar Yayasan KNCV Indonesia yang bertajuk "Fast Track The Cure : Pengobatan 6 Bulan, Harapan Baru Bagi Pasien TBC RO".

Pada awalnya, pengobatan standar untuk pasien TB RO hanya ada satu pilihan dengan durasi pengobatan selama 20-24 bulan. Kemudian perkembangan pengobatan TBC RO di Indonesia semakin maju setelah Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengeluarkan secara resmi rekomendasi pengobatan untuk pasien TBC RO, yakni durasi pengobatan jangka pendek hanya 9-11 bulan dan pengobatan jangka panjang 18-24 bulan.

Penerapan rekomendasi ini pertama kali dimulai di Indonesia pada bulan September 2017. Namun pengobatan jangka pendek pertama masih menggunakan obat suntikan sebagai salah satu obat dalam paduan pengobatannya. Pada triwulan keempat 2020, Kementerian Kesehatan RI mulai memperkenalkan pengobatan paduan jangka pendek tanpa suntikan (all oral regiment).

Namun tepat pada tanggal 15 Desember 2022, WHO baru saja merilis pedoman terbaru tentang pengobatan TBC RO khususnya TBC multidrug-resistant/rifampicin-resistant (TBC MDR/RR).

Pedoman tersebut mencakup rekomendasi baru tentang penggunaan paduan 6 bulan baru yang terdiri dari bedaquiline, pretomanid, linezolid dan moksifloksasin (BPaLM). Pada orang yang mengidap TBC MDR/RR dengan resistansi tambahan terhadap fluorokuinolon (TBC pre-XDR), semua obat ini diminum oral tanpa ada suntikan.

Adapun paduan BPaLM dan BPaL yang baru direkomendasikan ini memperlihatkan keberhasilan pengobatan yang sangat baik lebih dari 88 persen dengan durasi pengobatan yang lebih singkat. Hal ini memberikan harapan dan secara signifikan dapat meningkatkan kualitas hidup orang dengan TBC MDR dan pre-XDR.

Dengan rekomendasi WHO terbaru untuk BPaL/M ini membuka harapan bagi pasien TBC RO termasuk di Indonesia. Untuk memperoleh pilihan pengobatan yang lebih pendek dan angka keberhasilan yang juga baik.

"Dan ini pun lebih pendek jangka waktu pengobatannya 6 bulan dengan efikasi yang jauh lebih bagus, kalau yang lama bisa sampai 9 hingga 11 bulan," ucap dr Erlina.





























Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Dulu Harus 1-2 Tahun, Pengobatan TBC Resisten Obat Kini Cuma 6 Bulan"