Hagia Sophia

26 November 2023

WHO Minta China untuk Transparan Terkait Data Pneumonia 'Misterius'

Ilustrasi warga China. (Foto: AP/Mark Schiefelbein)

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) ikut menyoroti laporan tren kenaikan kasus pneumonia 'misterius' alias tidak diketahui penyebabnya pada anak-anak di China. WHO khawatir ada risiko kemunculan virus dan patogen baru yang tidak biasa.

Otoritas kesehatan setempat mengklaim mereka tidak menemukan kekhawatiran yang dimaksud. Laporan wabah pneumonia pada anak dinilai masih teratasi. Beberapa RS bisa menangani kasus tersebut.

"Rumah sakit tidak kewalahan menghadapi pneumonia 'misterius'. Tidak ada bukti patogen tidak biasa atau baru yang menyebabkan peningkatan pneumonia pada anak," demikian disampaikan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit China kepada WHO.

Catatan tersebut diserahkan pada Kamis (23/11) menyusul sorotan WHO yang menunjukkan rumah sakit di China pertama kalinya mencatat lonjakan kasus penyakit pernapasan di November 2023 pada anak-anak, jika dibandingkan awal Mei.

Para dokter di sejumlah kota, termasuk Beijing, baru-baru ini melaporkan masuknya anak-anak yang mengidap pneumonia tidak terdiagnosis penyebabnya, menurut ProMed, sebuah sistem pengawasan publik yang memantau wabah penyakit global.

Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit China pada Kamis membantah laporan bahwa rumah sakit kewalahan. Para dokter dan lembaga kesehatan di China percaya bahwa RSV, flu, dan mycoplasma pneumoniae, penyakit bakteri umum bertanggung jawab atas lonjakan kasus tersebut.

Patogen-patogen ini, kata mereka, muncul kembali pada musim dingin pertama pasca-lockdown di China, sebagai bagian dari tren yang terjadi di negara-negara lain saat pembatasan pandemi ketat menyebabkan melemahnya kekebalan masyarakat.

Namun secara global, beberapa pihak menyatakan keraguannya terhadap transparansi China, di tengah kekhawatiran bahwa patogen yang tidak diketahui kemungkinan memicu lonjakan kasus.

Setelah mengeluarkan 'permintaan resmi' untuk informasi lebih lanjut, WHO mengatakan pada Kamis bahwa pihaknya menggelar telekonferensi dengan pejabat dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit China dan Rumah Sakit Anak Beijing.

Data yang diberikan menunjukkan peningkatan kasus pneumonia Mycoplasma pneumoniae sejak Mei, dan RSV, adenovirus, juga virus influenza sejak Oktober.

"Beberapa dari peningkatan ini terjadi lebih awal dibandingkan yang pernah terjadi sebelumnya, namun bukan hal yang tidak terduga mengingat pencabutan pembatasan COVID-19, seperti yang dialami negara-negara lain," kata WHO dalam sebuah pernyataan.

"Tidak ada perubahan dalam gambaran penyakit yang dilaporkan oleh otoritas kesehatan China. Pihak berwenang menyatakan bahwa belum ada deteksi patogen yang tidak biasa atau baru atau presentasi klinis yang tidak biasa."

Peningkatan penyakit pneumonia juga disebut tidak mengakibatkan jumlah pasien melebihi kapasitas rumah sakit.

Viral di Medsos

Weibo, situs media sosial China, dibanjiri dengan klip video yang mengingatkan banyak orang pada masa-masa awal pandemi COVID-19.

Dalam salah satu video, barisan orangtua yang memegang infus di atas kepala anak-anak mereka terlihat mengular di ruang tunggu kota Xi'an, sebuah kota besar di China bagian tengah.

Video lain menunjukkan ratusan orang yang memakai masker mengantre di luar Rumah Sakit Anak Beijing, sementara satu foto memperingatkan lebih dari 700 orang sudah mengantre untuk menemui dokter.

"Para orang tua yang terkasih, saat ini banyak anak yang menderita," demikian isi buletin di salah satu rumah sakit daerah. "Dibutuhkan sekitar 13 jam untuk menunggu pengobatan."

Kekhawatiran awalnya muncul dalam peringatan dari ProMed, yang pertama kali memperingatkan dunia akan virus misterius yang kemudian diberi nama SARS-CoV-2 pada bulan Desember 2019.

Pemberitahuan tersebut menunjukkan gejala yang dilaporkan tidak sesuai dengan patogen yang biasa terlihat selama musim dingin, seperti RSV, yang menunjukkan bahwa pneumonia misterius mungkin sedang menyebar.

"Laporan ini menunjukkan meluasnya wabah penyakit pernapasan yang tidak terdiagnosis. Sama sekali tidak jelas kapan wabah ini dimulai karena tidak biasa jika begitu banyak anak-anak tertular begitu cepat," sorot catatan Pubmed.

Bagi banyak orang, peringatan ini membawa memori di tahun 2019.

"Terakhir kali saya melihat laporan wabah pneumonia yang tidak terdiagnosis di China, [saya] berpikir ini bukan masalah besar. Jumlahnya tidak seberapa," tulis Dr Neil Stone, spesialis penyakit menular di University College Hospital di London, di X, yang sebelumnya dikenal sebagai Twitter.

"Tapi itu terjadi pada bulan Desember 2019. Saya harap China tidak melakukan kesalahan yang sama lagi."

Prof Ben Cowling, ahli epidemiologi di Universitas Hong Kong, memberikan persepi yang berbeda.

"Saya cukup yakin ceritanya sama, sepertinya pneumonia mikoplasma ditambah lonjakan virus pernapasan pada musim dingin secara umum," kata Prof Cowling, seraya menambahkan bahwa Hong Kong mungkin mengalami peningkatan serupa dalam kasus pneumonia.

Di china, saat video anak-anak yang diberi infus sedang mengerjakan pekerjaan rumah mereka di ruang tunggu menjadi viral, para dokter dan otoritas kesehatan menjelaskan kemungkinannya.

"Penting untuk mempertimbangkan kemungkinan adanya latar belakang infeksi pernafasan musiman," beber David Heymann, profesor epidemiologi penyakit menular di London School of Hygiene and Tropical Medicine dan mantan eksekutif WHO, mengatakan kepada Telegraph.

"Tantangannya adalah untuk membedakan wabah dan menentukan penyebabnya, ada banyak virus berbeda yang diketahui dapat menjadi penyebabnya dan semuanya harus dicari dalam pengujian. Pada saat yang sama, isolasi dan sequencing juga akan memberikan jawaban."

Namun, pada Kamis pagi, setelah memasukkan komentar yang menyoroti laporan media tentang wabah Mycoplasma, ProMed mengulangi kekhawatiran bahwa gejala yang dijelaskan dalam laporan media tidak sesuai dengan Mycoplasma.

Ketika dunia menunggu jawaban, WHO mendesak China mengikuti langkah-langkah untuk mengurangi risiko penyakit pernapasan tersebut meluas.

"Saya sangat prihatin ketika laporan pertama mengenai peringatan ini muncul pada akhir tahun 2019 dan saya khawatir sekarang," Dr Krutika Kuppalli, pakar penyakit menular dan anggota tim darurat kesehatan WHO, menulis di X.

"Ini adalah musim dingin pertama di China yang tidak melakukan lockdown secara ketat dan mereka bisa mengalami [peningkatan] infeksi pernapasan seiring dengan keluarnya negara-negara lain dari lockdown. Ini bisa apa saja, mari kita dapatkan informasi lebih lanjut."


























Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "WHO Minta Transparan soal Data Pneumonia 'Misterius', China Bilang Gini"