Nyamuk DBD. (Foto ilustrasi: Getty Images/iStockphoto/PongMoji) |
Penyebaran nyamuk berwolbachia di Indonesia demi menekan kasus demam berdarah dengue (DBD) memicu perdebatan banyak pihak. Salah satu yang kemudian disorot adalah kekhawatiran mutasi pada nyamuk, bakteri wolbachia, hingga virus dengue yang mungkin berakhir lebih berbahaya bisa terjadi dalam jangka waktu panjang.
Pakar biologi molekuler Ahmad Rusdan Utomo menjabarkan beberapa kemungkinannya. Riset wolbachia yang lebih dulu dilakukan banyak negara, termasuk Australia menunjukkan seberapa stabil kondisi nyamuk dan bakteri wolbachia saat 'dikawinkan'. Bahkan, dalam waktu nyaris 10 tahun.
"Kita lihat studi di Australia, mereka sudah cek genome wolbachia, genome nyamuk, itu stabil sudah sekitar 10 tahun, jadi artinya apa? Dua organisme ini memang nggak mudah untuk bermutasi," beber Ahmad saat dihubungi detikcom Jumat (24/11/2023).
Meski begitu, Ahmad tidak menampik kemungkinan mutasi genom pada nyamuk, bakteri, maupun wolbachia yang berdampak buruk. Misalnya, pada virus dengue. Virus dipastikan merasa tidak nyaman saat berada di tubuh nyamuk dengan bakteri wolbachia, ada kemungkinan dengue kemudian menjadi virus dengan laju mutasi sangat tinggi, juga resisten terhadap keberadaan wolbachia.
"Nah memang kita saat ini sudah mulai tahu sih, bagaimana cara si wolbachia itu bisa membuat kondisi nggak nyaman si virus, karena wolbachia itu menimbulkan efek misalnya enzim-enzim yang penting untuk memunculkan radikal bebas, karena terlalu banyak radikal bebas akhirnya si virusnya tidak bisa berkembang, karena dia jadi gampang rusak kan rena punya radikal bebas," terangnya.
"Tapi sekarang, bayangkan misalnya kalau si virus berubah misalnya jadi struktur protein jadi lebih kuat sehingga kalau terpapar radikal bebas dia masih bisa bertahan, tapi kan kita juga tahu kalau untuk mengubah struktur itu kan berarti dia harus meningkatkan laju mutasinya, dan kalaupun ditingkatkan laju mutasinya belum tentu bagus buat dia, jangan-jangan membuat strukturnya semakin lemah," lanjut dia.
Artinya, walaupun tidak bisa menghilangkan potensi mutasi buruk pada dengue, jika melihat risikonya, sangat kecil kemungkinan tersebut terjadi.
Ahmad malah mengkhawatirkan kemungkinan nyamuk-nyamuk wolbachia yang sudah lebih dulu bermutasi imbas perilaku atau kebiasaan manusia menyemprot fogging. Seperti apa yang terjadi di Brasil, teknik wolbachia dilaporkan tidak begitu sukses saat nyamuk sebenarnya sudah bermutasi secara alami.
"Nah di Brasil itu jadi masalah, mereka sekarang tahu nyamuk asli Brasil itu ada mutasi gen KDR, gen KDR itu memang mutasi alami, di Brasil itu sendiri, makanya memang mereka menunjukkan populasi nyamuk ada beberapa klaster, sudah ada 5 klaster, jadi artinya apa? Artinya mereka itu secara umum nyamuk asli Brasil sudah mulai menjadi resisten, ini menjadi insight, kita jangan terlalu mudah ngasih fogging itu," katanya.
Nyamuk wolbachia yang kemudian diberikan tidak memiliki mutasi tersebut, sehingga tidak mempan saat dipakai untuk menekan kasus DBD. Sebelum dilepaskan, Brasil perlu 'mengawinkan' terlebih dulu nyamuk wolbachia dengan nyamuk lokal, supaya membawa mutasi yang sama dan tidak mudah mati.
Masih Pentingnya 3M
Karenanya, menurut Ahmad, pemerintah DI Yogyakarta sebelumnya sudah tepat melakukan penyebaran nyamuk berwolbachia tidak diselingi fogging, tetapi mewajibkan masyarakat untuk tetap 3M.
Masyarakat diminta untuk tetap membersihkan got-got, saluran air, tempat penampungan air, terkecuali ember yang berisi wolbachia.
"Malah yang justru kita khawatir adalah nyamuk2 yang tanpa wolbachia malah bermutasi duluan, bukan karena wolbachianya, tapi karena perilaku manusia yang banyak semprot2 fogging, nyamuknya, ya sama ita sering ngasih baygon akhirnya nyamuknya jadi resisten kan,dia cuma terkapar tapi bangkit lagi kan gada hubungan sama wolbachianya," sebut dia.
Produk 'Pabrikan'
Tantangan yang kemudian perlu menjadi catatan bagi pemerintah adalah seluruh produk nyamuk berwolbachia tentu akan menghilangkan sifat genome yang beragam. Ini disebutnya bisa menjadi masalah, atau tidak.
"Kan istilahnya kita kerjanya pabrik, produk pabrik kan homogen, jadi scara genetik bisa jadi karena produksi yang sama berarti kinanti settingan genomenya nggak begitu diverse," tuturnya.
"Nah ini memang kita harus, dan perlu monitoring. Aktif melakukan riset ke depannya, tidak sampai di sini saja," sambung Ahmad.
Kabar baiknya, jika keberhasilan wolbachia bertahan selama beberapa tahun bahkan puluhan tahun seperti di Australia yang bisa menekan kasus DBD hingga lebih dari 90 persen, intervensi semacam vaksin dengue tentu menurutnya malah tidak lagi dibutuhkan.
"Kalau ini bisa berhasil kita nggak perlu vaksin lagi," pungkasnya.
Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Teknologi Wolbachia Bikin Nyamuk Bermutasi? Mungkin Saja, Tapi Tak Sesimpel Itu"