Riset menyebutkan sekitar 44 persen warga Jabodetabek mengalami kesepian. (Foto: Pradita Utama) |
Riset terbaru mengungkap 44 persen warga Jabodetabek mengalami kesepian derajat sedang. Hasil tersebut didapatkan dari survei online 1.226 responden, sebagian besar di antaranya sudah menikah yakni 82 persen, 32 persen perantau, sementara 47 persen tinggal bersama orang tua.
Rata-rata usia yang dianalisis berkisar 40 tahun. Namun, peserta keseluruhan berada di rentang umur 19 hingga 60 tahun dengan latar pendidikan yang merata.
Peneliti utama Dr dr Ray Wagiu Basrowi, MKK, FRSPH menyebut persentase 40 persen yang ditemukan, menandakan empat dari 10 warga Jabodetabek mengalami kesepian sedang. Jika dirinci lebih lanjut, ada sejumlah kelompok yang memiliki risiko kesepian derajat sedang lebih tinggi.
Mereka termasuk perantau, usia muda di bawah 40 tahun, mereka yang belum atau tidak menikah, juga para perempuan.
Dari temuan tersebut, kesepian paling banyak dialami kelompok usia muda dan kelompok perempuan, angkanya mencapai dua kali lipat dibandingkan yang lain.
"44 persen warga Jabodetabek alami kesepian sedang, 6 persen alami kesepian berat," beber dr Ray dalam diskusi studi di kawasan Jakarta Selatan, Selasa (19/12/2023).
Ada lebih dari 600 orang yang tidak sadar mereka tengah mengalami kesepian. Padahal, mengutip pernyataan WHO, dr Ray menekankan kesepian tidak hanya memicu gangguan mental, melainkan bisa memicu masalah fisik seperti stroke dan serangan jantung. Bahaya kesepian bahkan setara dengan merokok 15 batang dalam sehari.
"Mereka biasanya sering merasa tidak cocok dengan orang-orang dari sekitar. Sering merasa malu dan minder, sering merasa tidak dekat dengan orang lain, sering merasa hobi dan ide tidak sama dengan 'crowd' sekitar," lanjut dia.
dr Ray mengimbau agar pemerintah mulai menggencarkan skrining dan surveilans, dibantu oleh organisasi profesi terkait kesehatan jiwa. Pengendalian terkait masalah kesepian yang dialami banyak warga perlu dibangun dari lingkup komunitas agar hasilnya efektif.
"Skriningnya itu harus berbasis komunitas dan kalau boleh dilakukan di ruang-ruang komunitas, kayak posyandu, posyandu itu harus sudah ramah kesehatan jiwa, kader posyandu juga harus cakap kesehatan jiwa, karena posyandu itu paling gampang dilakukan skrining," tandas dia.
"Yang kedua adalah informasi untuk anak-anak muda, lingkungan sekolah, kan kalau kita lihat yang paling gampang untuk bullying, flexing, dan lain-lain, itu banyak terjadi di lingkungan sekolah, karena bisa jadi kesehatan jiwa itu nggak cukup cuma diatasi dengan satu guru BP atau banyak mata pelajaran," sorotnya.
Berikut hasil lengkap survei kesepian di Jabodetabek dari temuan 44 persen warga Jabodetabek yang mengalami kesepian sedang dan 6 persen mengalami kesepian berat:
- 52 persen perempuan di Jabodetabek mengalami kesepian sedang. Dengan risiko hampir 2 kali lebih besar.
- 59 persen warga yang tidak tak belum menikah di Jabodetabek mengalami kesepian sedang, dengan risiko 1,5 kali lebih besar
- 51 persen warga usia muda kurang dari 40 tahun di Jabodetabek mengalami kesepian sedang, dengan risiko 2 kali lebih besar
- 56 persen warga perantau di Jabodetabek mengalami kesepian sedang, dengan risiko 1,5 kali lebih besar.
Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Ternyata 44 Persen Warga Jabodetabek Alami Kesepian, Ini Risetnya"