Ilustrasi China dihantam penurunan jumlah populasi imbas angka kelahiran anjlok. Foto: AP/Mark Schiefelbein |
Menyusul kabar krisis populasi imbas banyak warga ogah menikah dan punya anak, kini muncul laporan populasi di China turun sebanyak 2 juta orang pada 2023. Tercatat, penurunan tersebut terjadi berbarengan dengan penurunan angka kelahiran yang terus terjadi selama tujuh tahun berturut-turut.
Di samping itu, jumlah kematian meningkat 690.000 menjadi 11,1 juta kasus, lebih dari dua kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya. Para ahli demografi menyebut, peningkatan kasus kematian ini disebabkan oleh penuaan populasi dan wabah COVID-19 sejak Desember 2022.
Biro statistik mencatat, total populasi kini ada sebanyak 1,4 miliar. Sebelumnya, China sempat menjadi negara dengan populasi terpadat di dunia. Namun mengacu pada prediksi PBB, China kini berada di posisi kedua sebagai negara terpadat, setelah disusul oleh India.
Dikutip dari AP News, penurunan angka kelahiran kini dinilai sebagai bukti penurunan tingkat kesuburan, yang telah lama menjadi tantangan ekonomi dan sosial di China.
Pasalnya, jumlah perempuan yang melahirkan bayi terus menurun, meskipun pemerintah telah memberikan insentif dibarengi pelonggaran kebijakan satu anak dalam beberapa tahun terakhir. Berbeda dengan aturan sebelumnya yang mewajibkan setiap keluarga hanya memiliki satu anak, kini pemerintah memperbolehkan para orang tua untuk memiliki tiga anak.
Para ahli khawatir, penurunan populasi akan terus berlanjut selama beberapa dekade bahkan jika tingkat kesuburan kembali meningkat.
Sebagaimana diprediksi oleh ahli demografi Zuo Xuejin, proporsi penduduk berusia 65 tahun ke atas dapat meningkat dua kali lipat pada 2050. Seiring itu, jumlah kelahiran turun sebesar 540.000 dari tiga tahun sebelumnya. Sembilan juta bayi yang lahir pada 2023, tercatat hanya mencapai kurang dari setengah jumlah bayi yang lahir pada 2016.
aDi China, memang banyak warga yang memilih untuk menunda pernikahan. Ada juga warga yang menikah, namun memilih untuk tidak punya anak. Alasannya, tak lain biaya pendidikan yang mahal, dibarengi lingkungan akademik yang amat kompetitif.
Menyikapi kondisi itu, Presiden Xi Jinping sempat mengatakan kepada kepemimpinan baru Federasi Wanita Seluruh China pada Oktober lalu, bahwa perlu ada upaya untuk memperkuat pandangan kaum muda tentang pernikahan, peran sebagai orang tua, serta mendorong kebijakan yang mendukung peran orang tua.
"Kita harus menceritakan kisah-kisah baik tentang adat istiadat keluarga, membimbing perempuan untuk memainkan peran unik dalam mempromosikan nilai-nilai tradisional bangsa China, dan menciptakan budaya baru peradaban keluarga," bebernya.
Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Populasi China Makin Anjlok, Warga Ogah Punya Anak gegara Biaya Sekolah Mahal"