Ilustrasi egg freezing (Foto: iStock) |
Seorang wanita di Singapura buka-bukaan mengaku telah menjalani pembekuan sel telur elektif. Wanita bernama Patrina Tan ini melakukan prosedur tersebut meski telah menikah.
Sejak awal, Patrina berpikir bahwa memiliki anak adalah sebuah masa peralihan baginya. Setelah menikah, Patrina dan suaminya menikmati waktu berdua mereka selama kurang lebih dua tahun.
"Saya dan suami sudah saling kenal sejak sekolah menengah, dan kami berpacaran saat Politeknik sebelum menikah dengan tujuan untuk berkeluarga," kata Patrina yang dikutip dari laman Zula Singapore, Kamis (4/1/2024).
Sampai akhirnya Patrina memutuskan untuk mencoba program hamil. Namun, ia terus gagal dan mengira hanya karena kurang beruntung.
Namun, Patrina juga belum hamil juga. Ia dan suaminya pun melakukan pemeriksaan kesuburan. Hasilnya tidak ada kelainan, dan mereka yakin bahwa itu hanyalah masalah keberuntungan.
"Saya memiliki sel telur, spermanya bekerja dengan baik, ukuran indung telur saya tepat, lingkungan yang tepat, dan semuanya baik-baik saja," ungkapnya.
Selama enam bulan berikutnya, Patrina dan suaminya masih terus berusaha. Hingga Patrina mulai menyadari kram parah yang sering muncul selama menstruasi.
Patrina mengaku selama ini tidak pernah memeriksakan kondisinya yang sering nyeri saat menstruasi. Setelah menjalani pemeriksaan, Patrina diketahui mengidap kista berukuran 3 cm.
"Ukurannya masing-masing sekitar 3 cm, dan tidak mengancam nyawa. Tapi, dokter kandungan saya merekomendasikan operasi untuk menghilangkannya karena akan membantu saya hamil, dan saya setuju," jelas Patrina.
"[Dokter] tidak memberi tahu saya bahwa dia akan melakukan operasi terbuka, dan saya terbangun dan mendapati bekas luka sepanjang 10 cm di perut saya," kenangnya.
Pasca operasi, hati Patrina hancur setelah mengetahui bahwa operasi yang dilakukan sebenarnya tidak diperlukan. Sebenarnya ia hanya memerlukan operasi sebesar lubang kunci dan menyebabkan bekas luka menonjol di perut.
Kondisinya Memburuk
Saat berkonsultasi ke dokter kandungan kedua, Patrina mengetahui bahwa muncul lebih banyak kista berukuran kecil di rahimnya meski sudah dioperasi. Dokter menduga kemungkinan Patrina mengidap endometriosis, kondisi saat jaringan yang mirip dengan lapisan rahim tumbuh di luar rahim.
Tak hanya itu, sekitar setengah tahun kemudian, Patrina kembali memeriksakan kondisinya ke dokter kandungan yang baru. Selain kista, kali ini mereka menemukan ada dermoid selebar 10 cm yang harus diangkat.
"Saya memutuskan untuk membiarkan kista tersebut apa adanya karena saat itu kecil kemungkinannya untuk menimbulkan masalah, dan saya masih trauma dengan operasi sebelumnya," tutur Patrina
"Saya menangis di klinik karena saya tidak ingin menjalani operasi lagi," sambungnya.
Patrina kembali menjalani operasi kecil dan menjalani pengobatan selama 6-9 bulan berikutnya untuk menghentikan menstruasinya, dan mencegah terbentuknya kista baru. Sampai Patrina mengetahui Singapura mulai melegalkan pembekuan sel telur.
Jalani Pembekuan Sel Telur
Wanita 33 tahun itu mengatakan bahwa suaminya tidak pernah memaksanya untuk memiliki anak. Hal itu yang membuatnya yakin untuk menjalani pembekuan sel telur demi menyelamatkan hidupnya.
"Suami saya tidak memaksa saya untuk punya anak, dan kami berdua saat ini dalam tahap nyaman. Hidup kami akan berubah total saat kami memiliki anak, jadi ini membuat saya bertanya-tanya apakah tidak apa-apa jika kehilangan apa yang kami miliki," bebernya.
Patrina mulai mempelajari proses pembekuan sel telur dan meminta pendapat keluarga dan teman-temannya. Hingga akhirnya dia telah menyelesaikan metode tersebut.
"Setelah saya menerima lampu hijau dari pusat kesuburan untuk melanjutkan pembekuan sel telur, mereka menginstruksikan saya untuk mematuhi waktu suntikan ketat yang mereka berikan," kata Patrina.
Pasalnya, jika ia melewatkan suntikan hormonal, meski hanya sebentar, itu akan berpengaruh pada jumlah sel telur yang bisa dikeluarkan.
Patrina merasa hari-hari pertama suntikannya adalah hari-hari tersulit, karena kebetulan suaminya sedang pergi dalam perjalanan bisnis. Meski begitu, dia tetap bertahan dan percaya semuanya akan baik-baik saja.
Selama beberapa hari berikutnya, dia meningkatkan dosisnya sesuai instruksi. Setelah itu, dia kembali ke Thomson Fertility Center untuk pemeriksaan.
Untungnya, rahimnya tampak sehat, dan dia harus menjalani suntikan hormonal selama seminggu lagi sebelum dia dapat mengambil sel telurnya. Ketika saatnya tiba, dokter kandungannya berhasil mengambil 13 butir telur.
Namun, hanya 12 di antaranya yang matang, yang masih dianggap angka yang sehat mengingat usianya.
"Saya berencana membekukannya selama 3 tahun sebelum saya memutuskan apa yang ingin saya lakukan dengannya," ungkap Patrina.
"Jika saya memutuskan untuk tidak mempunyai anak, saya dapat memilih untuk membuangnya atau menyumbangkannya," pungkasnya.
Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Idap Endometrosis, Wanita Ini Curhat Pilih Bekukan Sel Telur Agar Bisa Punya Anak"