Hagia Sophia

07 January 2024

Kasus COVID-19 Varian JN.1 di RI Terus Meningkat, Gejala Baru Terdeteksi

Ilustrasi virus Corona (Foto: Getty Images/loops7)

Tren kasus COVID-19 di Indonesia masih terus ngegas belakangan waktu ini. Berdasarkan laman Kementerian Kesehatan RI melalui infeksi emerging, pada Sabtu (6/1/2024), tercatat ada 361 kasus terkonfirmasi positif. Pada periode yang sama, tercatat ada 2.557 kasus aktif, diiringi kasus sembuh sebanyak 240 orang dan dua kasus meninggal.

Kemenkes RI beberapa waktu lalu mengonfirmasi temuan kasus COVID-19 varian JN.1, sublineage dari Omicron BA.2.86 ini diyakini sudah mulai dominan di sejumlah negara, termasuk Indonesia. Laporan ini tidak jauh berbeda dengan banyak negara lain yang kembali mencatat lonjakan kasus COVID-19 imbas varian JN.1.

Varian COVID-19 ini diketahui memiliki karakteristik lebih menular dibanding COVID-19 varian maupun subvarian lainnya. Bahkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) resmi mengklasifikasikan varian JN.1 sebagai 'variant of interest' (VoI) atau varian virus SARS-CoV-2 yang memiliki kemampuan genetik yang dapat memengaruhi karakteristik virus.

Meski begitu, varian tersebut diklaim tidak menimbulkan banyak ancaman terhadap kesehatan masyarakat. Juga, tingkat fatalitas dan kematian yang disebabkan varian tersebut tidak tinggi.

Dua Gejala Baru

Pada dasarnya, varian JN.1 memiliki gejala yang mirip seperti induk aslinya, Omicron. Akan tetapi, baru-baru ini Kantor Statistik Nasional Inggris (UK ONS) menemukan dua gejala baru seiring peningkatan kasus COVID-19 varian JN.1. Seperti apa?

Dikutip dari Times of India, dua gejala baru tersebut berupa kesulitan tidur dan kecemasan.

"Dalam data terakhir Badan Pusat Statistik terungkap, selain gejala-gejala yang biasa dilaporkan oleh pengidap COVID sebelumnya, seperti pilek, batuk, sakit kepala, dan lemas, ada juga yang mengaku mengalami kesulitan tidur dan kecemasan juga," The Mirror melaporkan mengutip ONS Inggris.

Badan tersebut mengungkapkan, pandemi COVID-19 telah dikaitkan dengan peningkatan tingkat stres, kecemasan dan ketidakpastian, yang menyebabkan peningkatan gangguan tidur. Meningkatnya stres dan kecemasan bisa memicu insomnia, sehingga menyulitkan individu untuk tertidur atau tetap tertidur.

Rentetan informasi terkait pandemi, masalah kesehatan dan perubahan gaya hidup secara terus-menerus berkontribusi pada gangguan pola tidur. Selain itu, virus itu sendiri bisa menyebabkan masalah pernapasan, rasa tidak nyaman, atau demam, yang berdampak pada kualitas tidur.

Tidur yang cukup sangat penting untuk sistem kekebalan tubuh yang sehat, sehingga mengatasi kesulitan tidur akibat COVID-19 sangat penting untuk kesehatan secara keseluruhan selama masa-masa sulit ini.



























Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Kasus COVID-19 Varian JN.1 Terus Ngegas, Waspadai Dua Gejala Baru yang Terdeteksi"