Ilustrasi populasi di China. (Foto: AP/Andy Wong) |
Jepang dihantui 'resesi seks', begitu pula dengan China. Negara ini bahkan mencetak rekor terendah angka kelahiran sepanjang masa yakni 1,8 pada 2020. Menurut Data Biro Statistik Nasional China akhir tahun 2022, jumlah populasi turun 850 ribu dibandingkan tahun sebelumnya.
Pemicu menyusutnya populasi di China disebut lantaran ada ketidakseimbangan jumlah laki-laki dan perempuan. Di beberapa kelompok umur, sekarang ada lebih dari 11 laki-laki untuk setiap 10 perempuan.
Menunjukkan bahwa satu dari setiap 11 laki-laki akan berjuang untuk menemukan pasangan pada usia yang sama. Faktor lainnya diduga karena meningkatnya biaya hidup dan banyak orang menunda menikah di kemudian hari. Adapula yang memilih tidak memiliki anak.
Beberapa survei mengungkap para wanita di China kini menganggap jumlah ideal memiliki anak adalah satu atau tidak sama sekali. Keengganan mereka memiliki anak juga diperparah dengan kebijakan lockdown selama pandemi COVID-19 lantaran ada pembatasan.
Bahkan, sempat viral tagar #wearethelastgeneration di media sosial.
Mungkinkah Populasi China Terus Menyusut?
Selama kira-kira 200 tahun terakhir, banyak negara-negara mengalami 'transisi demografis'. Setelah awalnya tumbuh dengan pesat, populasi mereka akhirnya bertransisi dari tingkat kelahiran dan kematian yang tinggi menjadi tingkat kelahiran dan kematian yang rendah.
China dianggap sebagai masyarakat pasca-transisi yang telah menyelesaikan siklus ini. Namun, belum diketahui bagaimana nasib China ke depan.
Tingkat kesuburan China diperkirakan akan terus menurun, terutama karena populasi usia tua semakin meningkat dan jumlah perempuan usia subur secara keseluruhan kini lebih sedikit.
Pemerintah China belakangan memang melakukan segala cara untuk meningkatkan angka kesuburan, salah satunya dengan memberikan insentif untuk keluarga yang mau memiliki anak. Akan tetapi, prediksi pakar, sulit membuat angka kelahiran kembali ideal seperti semula dalam waktu singkat.
"Untuk kebijakan membalikkan penurunan kesuburan itu sendiri sangat menantang," kata Shuang Chen, asisten profesor di departemen kebijakan sosial di London School of Economics.
"Dalam beberapa tahun terakhir China telah membuat banyak langkah baru, termasuk menghapus kebijakan satu anak, beberapa jenis subsidi pada tingkat yang berbeda.Tapi cara-cara itu belum benar-benar bekerja dengan baik, fertilitas belum berbalik. Saya yakin penurunan ini akan terus berlanjut," imbuhnya lagi.
Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Nasib China Alami Resesi Seks, Populasi Diprediksi Bakal Terus Menyusut"