Penjelasan psikolog perihal efek stres dari macet Jakarta. Foto: Ari Saputra |
Tak sedikit warga mengeluhkan tingginya kemacetan di DKI Jakarta pasca pencabutan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Salah satu dampak yang marak menjadi sorotan, yakni tingginya tingkat stres para pelaku perjalanan.
Psikolog klinis dan founder pusat konsultasi Anastasia and Associate, Anastasia Sari Dewi, menjelaskan stres adalah kondisi seseorang tidak mampu beradaptasi dengan suatu situasi yang baru. Imbas kondisi macet, setiap orang bisa memiliki tingkat stres berbeda-beda.
"Kalau kita ngomong macet, untuk orang-orang yang terbiasa kena macet mungkin tingkat stresnya tidak terlalu terpengaruh secara signifikan. Tapi kalau sudah ngomongnya stuck berjam-jam dan dia juga tidak terbiasa atau mungkin ada kondisi yang sedang dia kejar atau acara yang dia kejar, tentu saja tingkat stresnya semakin lama semakin tinggi," terangnya pada detikcom, Senin (13/2/2023).
Sari menambahkan, tingkat stres imbas terjebak macet juga dipengaruhi oleh kondisi biologis dan faktor eksternal. Misalnya dalam kondisi tubuh kelelahan, besar risiko seorang pengendara akan stres saat terjebak di tengah kemacetan.
"Kalau faktor biologisnya juga kelelahan, atau kurang makan dan minum, kurang tidur, itu menimbulkan tingginya hormon kortisol atau hormon stres sehingga berakibat pada tingkat emosi dan kemarahan atau perilaku," beber Sari.
"Ditambah lagi ada situasi faktor eksternalnya. Misalkan suara klakson, polusi udara, suara klakson yang sering banget itu termasuk bikin stres. Terus tidak ada teman sepanjang perjalanan sehingga dia tidak ada topik lain yang bisa men-distract dia di tengah kemacetan. Itu juga bisa menimbulkan stres," pungkasnya.
Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Jakarta Macet Parah, Sering Dengar Suara Klakson di Jalan Bisa Bikin Stres"