Foto: David Mareuil/Getty Images |
Jepang berencana menaikkan usia legal warganya dari semula 13 menjadi 16 tahun. Selama kurang lebih seabad, usia legal Jepang menjadi salah satu terendah di dunia.
Kementerian Hukum Jepang mencatat banyak kasus pelecehan dan kekerasan seksual anak berakhir bebas dengan dalih 'konsen'. Usia legal memang didefinisikan saat seseorang mampu membuat keputusan atas dirinya sendiri termasuk keinginan berhubungan seksual.
Pasalnya, usia 13 tahun dinilai terlalu dini untuk memahami konteks tersebut. Dalam kebanyakan kasus, pelaku kerap memanfaatkan kekerasan seksual yang mereka lakukan dengan alasan korban menyetujui perilaku tersebut.
"Saya berusia 15 tahun ketika teman sekelas saya melakukan pelecehan seksual terhadap saya di sebuah pesta. Ketika saya memberi tahu sahabat saya tentang hal itu segera setelah itu, dia mengatakan kepada saya bahwa itu bukan masalah besar karena saya sedang minum," cerita Hana, 20 tahun seorang mahasiswi Hanako Montgomery saat diwawancarai Vice World News.
"Pada saat itu, saya sangat takut dengan apa yang dia bisa lakukan, jadi saya hanya menunggu sampai itu berakhir. Jadi saya senang Jepang mempertimbangkan untuk mengubah undang-undang ini karena akan ada lebih sedikit orang seperti saya, yang bingung tentang apa yang terjadi," kata Hana kepada Vice.
Di sisi lain, sebuah organisasi hak asasi manusia Jepang, mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa perubahan yang diusulkan menandai beberapa kemajuan. Namun, Jepang dinilai masih gagal memenuhi standar undang-undang pemerosaan internasional."
Berkaca pada kasus 2019, marak gerakan #MeToo yang masih muda di Jepang bertepatan dengan pengadilan membebaskan seorang ayah dengan tuduhan memperkosa putrinya yang berusia 19 tahun. Lantaran penuntutan tidak berhasil dibuktikan imbas sengkarut syarat, salah satunya nihil bukti adanya intimidasi pada kasus tersebut, si ayah bebas dari hukuman.
Diusulkan Minggu Lalu
Perombakan undang-undang terkait kejahatan seks di Jepang diusulkan pekan lalu saat semakin banyak pembebasan kasus pelecehan seksual yang membuat geram publik. Hukum saat ini dikritik gagal melindungi anak-anak dan remaja di Jepang.
Serangkaian reformasi hukum juga akan mengkriminalisasi voyeurisme dan juga memperluas definisi hukum pemerkosaan di negara tersebut. Di bawah undang-undang tahun 1907 saat ini, para penyintas yang telah diperkosa perlu membuktikan bahwa penyerang menggunakan kekerasan dan intimidasi, serta kepastian 'mustahil untuk menolak' penyerangan tersebut untuk mendapatkan hukuman.
"Undang-undang berusia seabad itu memberikan beban yang tidak semestinya pada para korban, disinsentif yang signifikan bagi orang untuk melapor," kata seorang psikiater Jepang yang merawat korban pelecehan seksual kepada Reuters.
Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Kesaksian Perempuan Jepang Jadi Korban Perkosaan di Usia 15 Tahun"