Hagia Sophia

27 March 2023

Populasi di Jepang Turun Drastis, Apakah Pasangan Negara Sakura Ini Tidak Romantis?

'Biang Kerok' Populasi Negeri Sakura Anjlok, Pasangan Jepang Kurang Romantis? (Foto: SOPA Images/LightRocket via Gett/SOPA Images)

Populasi Jepang yang terus menurun memunculkan kekhawatiran lebih dari 90 persen pemimpin daerah di sana. Anjloknya angka kelahiran ini dipicu oleh banyak warga yang enggan memiliki dan membesarkan anak.

Melihat kondisi seperti ini, Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida dalam konferensi pers mengatakan pihaknya menempatkan prioritas tertinggi pada upaya mengatasi anjloknya angka kelahiran.

"Pada tahun 2030-an, populasi muda di Jepang akan menurun dua kali lipat dari angka saat ini. Enam hingga tujuh tahun ke depan akan menjadi kesempatan terakhir untuk membalikkan angka kelahiran yang menurun," ungkap Kishida dikutip dari Japan Today.

Tahun 2022 menandai rekor baru jumlah kelahiran bayi di Jepang berada di bawah 800.000 kelahiran. Ini merupakan pertama kalinya sejak pencatatan dimulai tahun 1899.

Kemungkinan Pemicu Resesi Seks

1. Pasangan Jepang Tak Lagi Romantis
Narise Ishida, anggota Partai Demokrat Liberal (LDP) Jepang menyebutkan bahwa penurunan angka kelahiran juga dipicu oleh masalah percintaan dalam masyarakat Jepang.

"Angka kelahiran tidak menurun karena biaya untuk memiliki anak. Masalahnya, asmara sudah menjadi hal yang tabu sebelum menikah," kata Ishida dikutip dari Firstpost, Minggu (26/3/2023).

Untuk mengatasi hal ini, ia menyarankan pemerintah melakukan survei untuk mengetahui 'kemampuan romantis' masyarakat pada pertemuan pemerintah daerah.

Pernyataan Ishida didukung oleh fakta bahwa Jepang sebagian besar masih merupakan negara konservatif. Beberapa warga negaranya pun masih enggan untuk menunjukkan rasa sayang kepada pasangannya di hadapan umum.

Menanggapi hal ini, Makoto Watanabe, profesor media dan komunikasi di Universitas Hokkaido Bunko di Sapporo, Jepang mengungkap bahwa pernyataan Ishida mungkin benar adanya.

"Dia mungkin benar dalam satu hal, bahwa anak muda saat ini tidak memiliki keterampilan komunikasi tradisional, tetapi ini adalah generasi yang berkomunikasi dengan sangat baik secara online dan melalui media sosial," ungkapnya.

Meski begitu, ia tak setuju bahwa faktor ekonomi tidak menjadi pemicu dalam anjloknya angka kelahiran di Jepang.

2. Keengganan Wanita Jepang untuk Menikah
Sebagian besar wanita Jepang kini tidak menganggap menikah sebagai tujuan hidup. Peningkatan yang pesat dalam peran gender di Jepang menyebabkan kecenderungan wanita muda untuk mendapatkan pekerjaan daripada menikah dan memiliki anak.

Sejak akhir 1980-an, pendaftaran wanita di perguruan tinggi mengalami peningkatan. Pada tahun 2020, angka tersebut mencapai 51 persen. Sementara itu, partisipasi tenaga kerja perempuan usia 25 - 29 tahun meningkat dari 45 persen pada tahun 1970 menjadi 87 persen pada tahun 2020.

3. Upah Rendah dan Sulit Cari Pekerjaan
Faktor ekonomi juga menjadi salah satu penyebab keengganan masyarakat dalam memiliki anak. Kurangnya tempat kaum muda dan perempuan untuk bekerja, serta eksodus generasi muda yang tak terbendung untuk mencari pekerjaan membuat masyarakat memilih tidak memiliki anak.

"Upah rendah dan lingkungan kerja yang tidak stabil menjadi penyebab eksodus kaum muda dari pedesaan serta menurunnya motivasi masyarakat untuk memiliki anak," kata peneliti senior di Japan Research Institute, Ltd, Takumi Fujinami, dikutip dari The Japan News, Minggu (26/3/2023).

Maka dari itu, Perdana Menteri Fumio Kishida mengumumkan rencana untuk membelanjakan dua kali lipat anggaran pertahanan negara untuk mendukung pasangan muda yang ingin memiliki anak sebagai upaya mengatasi penurunan populasi yang dramatis.























Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Biang Kerok Populasi Negeri Sakura Anjlok, Pasangan Jepang Kurang Romantis?"