Hagia Sophia

16 May 2023

Bumi Mestinya Sudah Tabrakan dengan Planet Lain, Tapi Hal Ini Tak Terjadi

Tata Surya bagian dalam seharusnya kacau balau, menurut model fisika. Penelitian terbaru bisa menjelaskan stabilitas relatifnya. Foto: Live Science

Bumi mungkin tidak akan ada hari ini. Itu karena orbit planet-planet Tata Surya bagian dalam, yakni Merkurius, Venus, Bumi, dan Mars kacau, dan model menunjukkan bahwa planet-planet dalam ini seharusnya sudah kiamat karena saling bertabrakan sekarang. Namun, hal itu belum terjadi.

Penelitian terbaru yang diterbitkan 3 Mei di jurnal Physical Review X, akhirnya dapat menjelaskan alasannya. Melalui penyelaman mendalam ke dalam model gerakan planet, para peneliti menemukan bahwa gerakan planet bagian dalam dibatasi oleh parameter tertentu yang bertindak sebagai penambat yang menghambat kekacauan sistem.

Selain memberikan penjelasan matematis untuk keselarasan yang tampak di Tata Surya kita, wawasan studi baru ini dapat membantu para ilmuwan memahami lintasan planet ekstrasurya yang mengelilingi bintang lain.

Planet yang tidak dapat diprediksi

Planet terus-menerus saling menarik gravitasi satu sama lain, dan tarikan kecil ini terus membuat penyesuaian kecil pada orbit planet. Planet luar, yang jauh lebih besar, lebih tahan terhadap tarikan kecil sehingga mempertahankan orbit yang relatif stabil.

Sedangkan lintasan planet dalam, bagaimanapun, masih terlalu rumit untuk dipecahkan secara tepat. Pada akhir abad ke-19, ahli matematika Henri Poincaré membuktikan bahwa secara matematis mustahil untuk memecahkan persamaan yang mengatur gerak untuk tiga atau lebih objek yang berinteraksi, sering dikenal sebagai 'three body problem'.

Akibatnya, ketidakpastian dalam detail posisi awal dan kecepatan planet membengkak dari waktu ke waktu. Dengan kata lain, dimungkinkan untuk mengambil dua skenario yakni jarak antara Merkurius, Venus, Mars, dan Bumi berbeda sedikit saja, dan di satu skenario planet saling bertabrakan dan di skenario lain mereka membelok.

Waktu yang diperlukan untuk dua lintasan dengan kondisi awal yang hampir identik untuk menyimpang dengan jumlah tertentu dikenal sebagai waktu Lyapunov dari sistem yang kacau.

Pada tahun 1989, Jacques Laskar, astronom dan direktur penelitian di National Center for Scientific Research dan Paris Observatory, menghitung karakteristik waktu Lyapunov untuk orbit planet Tata Surya bagian dalam hanya 5 juta tahun.

"Artinya, pada dasarnya Anda kehilangan satu digit setiap 10 juta tahun," kata Laskar dikutip dari Live Science.

Jadi, misalnya ketidakpastian awal posisi planet adalah 15 meter, 10 juta tahun kemudian ketidakpastian ini menjadi 150 meter. Lalu setelah 100 juta tahun, 9 digit lainnya hilang, memberikan ketidakpastian 150 juta kilometer, setara dengan jarak antara Bumi dan Matahari.

"Pada dasarnya Anda tidak tahu di mana letak planet itu," sebut Laskar lagi.

Meskipun 100 juta tahun mungkin tampak lama, Tata Surya berusia lebih dari 4,5 miliar tahun, dan tidak adanya peristiwa dramatis seperti tabrakan planet atau planet yang terlempar dari semua gerakan kacau ini, telah lama membuat bingung para ilmuwan.

Laskar kemudian melihat masalah tersebut dengan cara yang berbeda, yakni dengan mensimulasikan lintasan planet bagian dalam selama 5 miliar tahun berikutnya, melangkah dari satu momen ke momen berikutnya.

Dia menemukan hanya 1% kemungkinan tabrakan planet. Dengan pendekatan yang sama, dia menghitung bahwa rata-rata dibutuhkan sekitar 30 miliar tahun bagi salah satu planet untuk bertabrakan.

Ilustrasi dua planet berbatu bertabrakan. Foto: Live Science

Melindungi dari kekacauan

Menggali Matematika, Laskar dan rekan-rekannya kemudian mengidentifikasi untuk pertama kalinya 'simetri' dalam interaksi gravitasi yang menciptakan semacam penghalang praktis yang melindungi dari kekacauan pengembaraan planet.

Kuantitas yang muncul ini tetap hampir konstan dan menghambat gerakan kacau tertentu, tetapi tidak mencegahnya sama sekali, seperti bibir piring makan yang terangkat akan menghambat makanan jatuh dari piring tetapi tidak mencegahnya sepenuhnya.

Renu Malhotra, Profesor Ilmu Keplanetan di University of Arizona yang tidak terlibat dalam penelitian ini, menyoroti betapa halusnya mekanisme yang diidentifikasi dalam penelitian tersebut.

Malhotra mengatakan bahwa menarik mengetahui orbit planet Tata Surya kita menunjukkan kekacauan yang sangat lemah. Dalam karya lain, Laskar dan rekannya sedang mencari petunjuk apakah jumlah planet di Tata Surya pernah berbeda dari yang kita lihat saat ini.































Artikel ini telah tayang di inet.detik.com dengan judul "Bumi Mestinya Kiamat Tabrakan Planet, Tapi Tak Terjadi"