Ilustrasi sterilisasi paksa. (Foto: thinkstock) |
Laporan dari pemerintah Jepang menunjukkan bahwa ada ribuan orang yang disterilkan secara paksa di bawah undang-undang egenetika yang tidak dicabut sampai tahun 1990-an. Bahkan orang-orang yang menjadi korban ada yang masih berusia 9 tahun.
Laporan tersebut mengungkapkan pada tahun 1948 sampai 1996 ada sekitar 25 ribu orang yang menjadi korban operasi dengan 16.500 orang di antaranya dioperasi tanpa persetujuan. Hal itu dilakukan untuk mencegah kelahiran keturunan yang dinilai berkualitas rendah dan melindungi kesehatan ibu. Sebagian besar korban adalah wanita.
Dikutip dari The Guardian, sekitar 8 ribu korban memberikan persetujuan mereka, namun diduga hampir pasti dilakukan di bawah tekanan. Sementara itu 60 ribu wanita juga melakukan aborsi karena penyakit keturunan.
Dalam laporan tersebut, ada dua anak berusia 9 tahun yang disterilkan. Mereka terdiri dari satu anak perempuan dan satu anak laki-laki.
Kampanye panjang yang dilakukan para korban untuk pemulihan telah menyoroti perlakuan buruk Jepang terhadap penyandang disabilitas dan kondisi kronis usai perang dunia kedua.
"Operasi eugenika membuat saya kehilangan semua impian sederhana saya tentang pernikahan yang bahagia dan anak-anak," kata Iizuka, 77, kepada The Guardian.
Iizuka, yang menggunakan nama samaran dan menyamarkan wajahnya dengan topi dan topeng di depan umum, mengatakan bahwa prosedur tersebut telah menghancurkan hubungan terpentingnya.
Laporan tersebut mencatat bahwa sterilisasi di bawah undang-undang eugenika yang sekarang sudah tidak berlaku, yang memungkinkan pihak berwenang untuk melakukan prosedur pada orang-orang dengan disabilitas intelektual, penyakit mental atau kelainan keturunan untuk mencegah kelahiran anak-anak "inferior" adalah persyaratan untuk masuk ke beberapa fasilitas kesejahteraan atau pernikahan.
Pada tahun 2019, pihak parlemen mengeluarkan undang-undang untuk memberikan kompensasi sebanyak 3,2 juta yen (Rp 335,6 juta). Namun jumlah tersebut dinilai para juru kampanye tidak mencerminkan penderitaan korban.
Proses pengajuan pembayaran akan berakhir pada April 2024. Namun hingga saat ini baru ada 1.049 orang yang menerima jumlah tersebut.
Para korban program sterilisasi paksa berkampanye selama beberapa dekade untuk mencari ganti rugi finansial dan pengakuan atas penderitaan fisik dan mental yang dialami.
Sejauh ini sudah ada empat pengadilan yang telah memberikan ganti rugi pada korban. Pihak yang memihak pemerintah menilai bahwa undang-undang telah 20 tahun berlalu.
Jerman dan Swedia adalah beberapa negara yang juga pernah memberlakukan undang-undang serupa. Namun pihak Jerman dan Swedia sudah meminta maaf pada korban dan memberikan kompensasi. Undang-undang tersebut pun sudah lebih dulu dicabut daripada Jepang beberapa dekade sebelumnya.
Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Warga Jepang Berang Bocah 9 Tahun Jadi Korban Sterilisasi Paksa"