Foto: Gedung Kementerian Kesehatan (Kemenkes) (dok Kemenkes) |
RUU Kesehatan yang tengah jadi pembahasan DPR dan pemerintah menuai tanggapan dari berbagai elemen masyarakat. Juru Bicara Kementerian Kesehatan dr. Mohammad Syahril pun mengimbau masyarakat agar tidak langsung percaya terhadap kabar-kabar yang tersebar melalui grup WhatsApp.
"Saya mengimbau para pihak membaca draft RUU dan tabayun, tidak langsung termakan hoax via WA Group," kata dr. Mohammad Syharil dalam keterangan tertulis, Rabu (28/6/2023).
"Banyak informasi-informasi yang menyesatkan yang diembuskan oleh pihak-pihak tertentu dengan tujuan menghasut publik dan menggagalkan RUU Kesehatan yang sebenarnya ditujukan agar masyarakat luas mendapatkan akses ke dokter dengan mudah, mendapatkan obat dengan murah, dan mengakses fasilitas pelayan kesehatan yang lengkap dan baik," sambungnya.
Berikut sejumlah hoaks dan fakta mengenai RUU Kesehatan berdasarkan rilis Kementerian Kesehatan:
1. Hoaks: Indonesia akan dibanjiri dokter dan nakes asing.
Fakta: RUU Kesehatan memperketat perekrutan dokter dan nakes asing.
Dokter dan nakes asing wajib mengikuti evaluasi kompetensi, proses adaptasi, memiliki permintaan pengguna, memiliki STR dan SIP, dan memenuhi syarat alih teknologi dan ilmu pengetahuan. Jika tidak lulus uji kompetensi, dokter dan nakes asing akan dikembalikan ke negaranya masing-masing. Jika lulus pun, masa kerja dokter dan nakes asing di Indonesia akan dibatasi.
Selain itu, permintaan penggunaan dokter dan nakes asing harus tetap mengutamakan penggunaan WNI. Dokter dan nakes asing tidak dapat melakukan praktik mandiri dan wajib mengerti Bahasa Indonesia.
2. Hoaks: Nakes akan mudah digugat perdata dan pidana oleh pasien.
Fakta: Ada pasal di UU Praktek Kedokteran di pasal 66 dan diusulkan dihapus dalam RUU.
Syahril menerangkan pelindungan hukum yang ada saat ini justru sangat lemah. Dengan RUU yang baru, konsep pelindungan hukum akan menjadi lebih adil dan mengedepankan restorative justice (penyelesaian perkara di luar pengadilan).
Ia menambahkan pemerintah akan membentuk majelis yang melaksanakan tugas di bidang disiplin profesi untuk menegakkan disiplin profesi. Majelis akan menentukan ada/tidaknya pelanggaran disiplin profesi yang dilakukan tenaga medis dan tenaga kesehatan.
Pasien atau keluarganya yang kepentingannya dirugikan atas tindakan tenaga medis atau tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan dapat mengadukan kepada majelis. Tenaga medis atau tenaga kesehatan yang diduga melakukan perbuatan melanggar hukum dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan yang dapat dikenai sanksi pidana harus dimintakan rekomendasi majelis terlebih dahulu.
3. Hoaks: Organisasi Profesi (OP), kolegium, dan konsil akan diberangus.
Fakta: RUU Kesehatan tidak akan menghilangkan organisasi profesi, kolegium, dan konsil.
Konsil Kedokteran Indonesia tetap ada dengan fungsi registrasi, meningkatkan mutu dan kompetensi teknis keprofesian, serta memberikan pelindungan dan kepastian hukum. Kolegium pun tetap dipertahankan dengan fungsi mengembangkan cabang disiplin ilmu dan standar pendidikan.
Syahril menerangkan Organisasi Profesi (OP) tetap ada, namun nama spesifik OP tidak lagi dicantumkan dalam RUU karena berpotensi melanggar UUD 1945 Pasal 28 tentang kebebasan berserikat. Pengaturan dan peran OP akan dijabarkan dalam aturan turunan.
4. Hoaks: Hilangnya Organisasi Profesi akan hilangkan pengawasan kualitas terhadap dokter.
Fakta: Pembinaan, pengawasan, serta peningkatan mutu dan kompetensi akan menjadi tanggung jawab bersama pemerintah pusat, pemerintah daerah, konsil, dan kolegium.
Pemerintah pusat dan pemerintah daerah bertanggung jawab terhadap pengaturan, pembinaan, pengawasan, serta peningkatan mutu dan kompetensi tenaga medis dan tenaga kesehatan. Selain itu, konsil dan/atau kolegium juga akan membantu hal tersebut. Sementara itu, peran OP dalam hal tersebut nantinya akan dijabarkan dalam aturan turunan.
Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Ungkap Fakta RUU Kesehatan, Kemenkes Imbau Masyarakat Tabayun"