Ilustrasi bedak tabur. (Foto: iStock) |
Johnson & Johnson dituntut untuk membayar denda 18,8 juta dollar AS (Rp 282,4 miliar) kepada Emory Hernandez Valadez (24) pada pertengahan Juli lalu. Gugatan itu dilayangkan lantaran setelah Valadez menuduh bedak tabur dari J&J membuatnya terkena kanker mesothelioma.
Dalam tuntutan yang dilayangkan, kuasa Valadez mengungkapkan kliennya mengalami mesothelioma akibat paparan asbes dan karsinogen lain yang terkandung dalam bedak J&J yang digunakan semasa kanak-kanak.
Imbas tuntutan tersebut, J&J berupaya mengajukan kebangkrutan agar bisa terhindar dari membayar ganti rugi. Tapi, permintaan itu ditolak pengadilan banding AS dengan alasan J&J dan perusahaan baru yang mereka dirikan, Manajemen LTL, tidak dalam kesulitan keuangan yang cukup untuk memenuhi syarat perlindungan kebangkrutan.
"Sudah waktunya omong kosong dihentikan dan J&J menerima tanggung jawab," ujar pengacara yang mewakili korban kanker, Andy Birchfield, dikutip dari Business Wire, Minggu (30/7/2023).
Bukan Kasus Pertama
Reuters, sebuah perusahaan berita di Inggris, melakukan investigasi terhadap kasus kanker akibat bedak tabur J&J. Hasil penyelidikan menemukan kalau Valadez bukanlah pengidap kanker pertama yang mengajukan gugatan ke perusahaan tenar tersebut.
Lewat laman resminya, Reuters mengungkapkan ada sekitar 11.700 pasien kanker yang mengklaim penyakit mereka disebabkan oleh asbestos dan karsinogen yang ada dalam bedak J&J. Salah satu kasus yang paling mengundang perhatian saat itu adalah milik Darlene Coker pada 1997.
Kala itu, Coker dan pengacaranya, Herschel Hobson, mengajukan gugatan kepada J&J. Mereka mengklaim bedak tabur J&J membuat Coker mengidap mesothelioma. Hobson bahkan melakukan cross-check berbagai laboratorium untuk membuktikan kandungan asbestos di bedak milik J&J.
Di sisi lain, J&J saat itu sudah menerima laporan kalau ditemukan kandungan asbestos dalam bedak tabur mereka. Namun, fakta ini tidak pernah terungkap. Karena minimnya bukti, Hobson dan Coker terpaksa membatalkan tuntutan mereka.
"Mereka (J&J) tahu apa masalahnya, dan mereka menyembunyikan itu," sesal Hobson terkait sikap J&J yang menyembunyikan laporan temuan asbestos dalam produk mereka, dikutip dari Reuters, Minggu (30/7).
Pada akhirnya, Coker tidak mengetahui kenapa dia sampai mengidap mesothelioma bahkan sampai menghembuskan napas terakhirnya pada 2009 silam.
Tanggapan Johnson & Johnson
J&J saat ini menghadapi lebih dari 38.000 tuntutan hukum yang menuduh bahwa produk bedak tabur bayi perusahaan tersebut terkontaminasi oleh asbes dan menyebabkan kanker termasuk kanker ovarium dan mesothelioma. J&J berusaha untuk menyelesaikan tuntutan hukum tersebut, serta tuntutan hukum bedak di masa depan, melalui penyelesaian USD8,9 miliar di pengadilan kebangkrutan.
Sejauh ini J&J mengatakan bahwa produk bedaknya 'aman' dan tidak mengandung asbes.
J&J telah berhenti menjual Bedak Bayi berbahan dasar bedak dan beralih ke produk berbahan dasar tepung maizena, dengan alasan meningkatnya tuntutan hukum dan "informasi yang salah" tentang keamanan produk bedak.
Mikal Watts, salah satu pengacara penggugat yang menegosiasikan penyelesaian yang diusulkan, mengatakan J&J berkomitmen untuk memberikan kompensasi yang adil kepada para wanita yang layak ini yang telah berjuang melawan kanker karena produk bedak.
"Tugas kami adalah membuat klien kami dibayar dengan adil untuk cedera mereka, dan penyelesaian ini adalah puncak dari pekerjaan yang dilakukan dengan baik," kata Watts kepada CNBC.
Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Cerita Korban Kanker Imbas Bedak Tabur J&J, Ada yang Sampai Meninggal"