Foto: REUTERS/Ibraheem Abu Mustafa |
Lebih dari 9.000 pasien kanker di Jalur Gaza, Palestina, menghadapi ancaman serius terhadap kehidupan mereka. Pasalnya, mereka kesulitan mengakses perawatan medis yang memadai.
Kementerian Kesehatan Gaza pada konferensi pers, Senin (17/7), menyoroti penderitaan pada lebih dari 9.000 pasien kanker. Mereka dilaporkan kekurangan kemampuan diagnostik dan pengobatan akibat blokade ketat yang dilakukan Israel.
Direktur Jenderal Rumah Sakit Turkiye dan Pusat Kanker Gaza, Subhi Skaik, memaparkan angka pasien kanker di Jalur Gaza telah meningkat secara signifikan menjadi 93,1 persen per 100.000 penduduk, dibandingkan tahun dengan angka sebesar 60 persen pada tahun 2000.
Menurut statistik Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), angka kanker ini diperkirakan akan berlipat ganda pada tahun 2040, dengan tingkat kematian pasien mencapai 12,5 persen.
Skaik menyoroti situasi yang sulit yang dialami oleh pasien kanker di Gaza, termasuk kekurangan obat-obatan yang parah, kurangnya radioterapi, kemampuan kedokteran untuk mendiagnosis pasien kanker, hingga terbatasnya akses keperawatan.
Di samping itu, Dirjen Farmasi Kementerian Kesehatan Ashraf Abu Mahadi mengatakan, 45 persen obat-obatan yang dibutuhkan pasien onkologi tidak tersedia selama 6 bulan terakhir. Imbasnya, pasien tidak menerima protokol pengobatan yang diperlukan.
Bahkan lebih dari 40 persen rujukan medis yang diajukan untuk pasien kanker Gaza telah ditolak oleh Israel, yang menggandakan rasa sakit pasien dan menyebabkan kematian beberapa dari mereka.
"Pengepungan yang dilakukan oleh Israel selama 17 tahun berturut-turut bertujuan merusak sistem layanan kesehatan dan kemanusiaan di Gaza," ujar Juru bicara Kementerian Kesehatan Gaza, Ashraf al-Qidra, dikutip dari Days of Palestine.
Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Susah Dapat Layanan Medis, 9 Ribu Pasien Kanker di Gaza Terancam Hilang Nyawa"