Foto: Getty Images |
Survei Kesehatan Populasi Singapura baru-baru ini mengungkap sebuah paradoks, yang menyoroti kondisi kesehatan mental di negaranya. Di satu sisi, kesadaran dan literasi orang yang mencari bantuan profesional untuk masalah kesehatan mental meningkat. Namun, di sisi lain, prevalensi kesehatan mental buruk meningkat dari 13,4 persen pada 2020 menjadi 17 persen di 2022 di tengah layanan yang belum memadai.
Temuan yang dikumpulkan dari lebih 15.000 orang dewasa, memberikan gambaran suram utamanya jika disandingkan dengan lonjakan kasus bunuh diri di Singapura yang semakin mengkhawatirkan, mencapai 26 persen pada tahun lalu, mencetak rekor terbanyak dalam beberapa tahun terakhir.
Mantan Kepala Perawatan Darurat dan Krisis di Institut Kesehatan Mental yang saat ini praktik di sejumlah klinik, menjadi saksi keputusasaan yang dirasakan kebanyakan pasien dan keluarga mereka saat menanti dua hingga tiga bulan untuk janji rawat jalan. Faktanya, masalah pelayanan kesehatan terkait mental di Negeri Singa tersebut kian nyata.
"Ketika seseorang berjuang melawan kesehatan mental, setiap hari baginya begitu 'vital'. Setiap hari yang mereka tunggu adalah hari saat keputusasaan mereka semakin dalam," beber dia, dikutip dari Channel News Asia, Rabu (25/10/2023).
Waktu tunggu ini bukan sekadar mengganggu kenyamanan pasien. Namun, bisa membuat masalah mental mereka semakin memburuk.
Kondisi kesehatan mental di Singapura berada pada titik kritis. Meskipun negara tersebut diyakini berhasil mengurangi stigma dan meningkatkan literasi kesehatan mental, Singapura juga harus menghadapi kesenjangan dalam ketersediaan layanan, pendanaan, dan kesiapan faskes.
"Tidak sulit untuk melihat bahwa seiring dengan meningkatnya permintaan akan layanan kesehatan mental, infrastruktur di Singapura saat ini mungkin tidak sepenuhnya siap untuk memenuhi permintaan tersebut," beber Dr Jared Ng adalah Konsultan Senior dan Direktur Medis di Connections MindHealth Singapura.
Perjalanan menuju infrastruktur layanan kesehatan mental yang kuat merupakan perjalanan yang panjang, upaya ini diyakini memakan waktu puluhan tahun sebelum dampak penuhnya dapat terwujud.
"Menciptakan kemitraan masyarakat, publik, swasta adalah kunci untuk mengatasi tantangan-tantangan ini secara efektif," lanjut dia.
Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Bukti Nyata Singapura Darurat Kesehatan Mental, Rekor Kasus Bunuh Diri"