Ilustrasi. Foto: Getty Images/iStockphoto/ktsimage |
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyoroti penyebaran superbug atau bakteri yang kebal atau resistan terhadap obat atau antibiotik. Diketahui, resistensi antimikroba (AMR) kini marak disebut-sebut sebagai 'silent pandemic'. Memangnya potensi dampak seperti apa yang kini dikhawatirkan WHO?
Mengacu pada WHO, AMR adalah krisis kesehatan global yang sering diabaikan dan terus berkembang. Sebelumnya, WHO juga telah menyatakan AMR sebagai satu dari 10 ancaman global terbesar terhadap kesehatan manusia. Diperkirakannya, setiap tahun ada 1,3 juta orang meninggal akibat patogen yang resisten tersebut.
WHO menegaskan, angka tersebut akan melonjak secara dramatis jika tidak ada tindak lanjut sesegera mungkin. Dampaknya, biaya kesehatan masyarakat melonjak. Terutama di negara berpenghasilan rendah, ekonomi dan sosial yang lebih tinggi mendorong lebih banyak orang jatuh ke dalam kemiskinan.
Antimikroba, termasuk antibiotik dan antivirus, adalah obat yang digunakan untuk mencegah dan mengobati infeksi pada manusia dan hewan. Namun, penyalahgunaan dan penggunaan antimikroba secara berlebihan diketahui sebagai penyebab utama fenomena AMR.
AMR terjadi ketika mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur dan parasit mengalami peningkatan kemampuan untuk bertahan, bahkan bertumbuh meskipun sudah ada obat yang dirancang untuk membunuh mereka. Penelitian menunjukkan, krisis AMR ini juga dipengaruhi oleh perubahan iklim.
"Perubahan iklim pada dasarnya penting karena apa yang terjadi dengan planet kita dan masalahnya adalah semakin tinggi suhu kita, semakin banyak penyakit menular yang bisa menular, dan itu termasuk bakteri AMR," ungkap profesor mikrobiologi molekuler University of Plymouth, Tina Joshi, dikutip dari CNBC, Kamis (23/11/2023).
"Bakteri AMR dikenal sebagai silent pandemi. Alasan mengapa ini disebut diam adalah karena tidak ada yang mengetahuinya, dan sangat menyedihkan karena tidak ada yang peduli," pungkasnya.
Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Disebut Jadi 'Silent Pandemic', Ini yang Dikhawatirkan WHO soal Dampak Superbug"